Sungai merupakan bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnya dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawa, atau ke sungai yang lain(Hamzah, 2009). Bantaran sungai berbeda dengan sempadan sungai. Bantaran sungai adalah areal sempadan kiri-kanan sungai yang terkena/terbanjiri luapan air sungai. Fungsi bantaran sungai adalah tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada saat banjir (high water channel) (Yodi Isnaini, 2006). Menurut UU No. 35 1991 tentang sungai, menyebutkan pengertian Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai di hitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Sehubungan dengan itu maka pada bantaran sungai di larang membuang sampah dan mendirikan bangunan untuk hunian. (Polantolo, 2008)
Sempadan sungai adalah wilayah yang harus diberikan kepada sungai. Sewaktu musim hujan dan debit sungai meningkat, sempadan sungai berfungsi sebagai daerah parkir air sehingga air bisa meresap ke tanah. Di samping itu, sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow outflow tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Secara ekologis sempadan sungai merupakan habitat di mana komponen ekologi sungai berkembang (Sobirin, 2003). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sempadan sungai adalah wilayah yang harus diberikan kepada sungai. Sewaktu musim hujan dan debit sungai meningkat, sempadan sungai berfungsi sebagai daerah parkir air sehingga air bisa meresap ke tanah. Di samping itu, sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang padanya terdapat mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow outflow tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Secara ekologis sempadan sungai merupakan habitat di mana komponen ekologi sungai berkembang (Sobirin, 2003). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sungai Brantas.
Sempadan sungai Brantas juga terdapat permukiman kumuh yang berkembang di bantaran sungai. Banyak warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai dengan mendirikan fondasi rumah tepat di atas sungai. Padahal seharusnya berdasarkan penjelasan UU Penataan ruang sempadan sungai harus bersih dari permukiman atau bangunan. Pada bantaran sungai brantas, ribuan rumah penduduk umumnya dibangun berhimpitan dengan badan sungai. Tak sedikit diantaranya berdiri diatas tebing terjal yang menjadi pembatas sungai Brantas, sehingga Ribuan rumah penduduk yang rawan longsor itu umumnya dibangun berhimpitan dengan badan sungai. Tidak sedikit diantaranya berdiri diatas tebing terjal yang menjadi pembatas sungai Brantas, yang paling rawan bencana longsor.
Sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, dan Daerah Penguasaan Sungai, jarak lebar sempadan sungai di perkotaan harus tidak kurang dari 15 meter dan di wilayah luar perkotaan bisa mencapai 100 meter. Namun, kondisi ini hampir tidak terjaga sejak dari hulu Sungai Brantas di wilayah Kota Batu menuju Kabupaten Malang. Dari Daerah hulu, pemanfaatan sempadan Sungai Brantas sudah banyak untuk kegiatan pertanian yang melanggar ketentuan. Apalagi memasuki wilayah kota, tata permukimannya sama sekali mengabaikan ketentuan pemanfaatan sempadan sungai.( Nur Rizal , Kompas, 22 Oktober 2002).
Sungai Bengawan Solo.
Bengawan solo termasuk sungai besar yang idealnya memiliki lebar 300 meter, namun kondisi saat ini lebar sungai hanya 160-180 meter. Hal ini karena sungai tersebut mengalami permasalahan. Pinggiran sungai di hulu Bengawan Solo yang kemiringannya 30-40 persen kini menjadi lahan pertanian, hampir tidak ada lahan yang tersisa untuk hutan atau daerah resapan yang penting untuk kelestarian sumber mata air Bengawan Solo.
Daerah sempadan Bengawan Solo yang luasnya mencapai 1,9 juta hektare, kini hilang karena dihuni oleh 7,1 jiwa. Dari jumlah penduduk yang mendiami sempadan Bengawan Solo. Karena kurangnya pengetahuan penduduk terhadap kelestarian lingkungan Bengawan Solo, mereka tak peduli dan merusak sungai terbesar di Pulau Jawa itu. Dari 1,9 juta hektare luas sempadan sungai, 1,13 juta hektare di antaranya dipakai untuk lahan pertanian.
Bengawan Solo meluap setiap musim hujan. Penyebabnya diantaranya, aliran sungai mulai dangkal karena ada sedimentasi dari lahan pertanian dan hilangnya sempadan sungai menyebabkan air hujan yang jatuh, langsung menuju sungai. Padahal, jika sempadan itu asli (berupa hutan), jatuhan air hujan tak langsung menyentuh permukaan tanah. Hujan mengenai daun pepohonan, lalu jatuh ke tanah, dan diserap akar-akar pohon. Akar-akar pohon ini, di samping bisa menyimpan air hujan (menghambat banjir), juga dapat memasok air untuk Bengawan pada musim kemarau.
Pada sepanjang hulu dan sempadan Bengawan Solo terjadi erosi. Hal ini di sebabkan karena pada sungai bengawan solo marak berbagai penambangan pasir, terutama yang diusahakan secara besar-besaran dengan mesin penyedot. Lubang-lubang besar di dalam sungai menyebabkan ketidakstabilan tebing yang menimbulkan longsor. (Sumber: Harian Republika, Sabtu 14 Maret 2009).
Sungai Kapuas.
Pembangunan di kabupaten/kota di Kalimantan Barat (Kalbar) dewasa ini telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan dan berdampak buruk terhadap kondisi daerah aliran sungai (DAS) Kapuas. Sungai Kapuas termasuk dalam klasifikasi sungai besar. Sungai Kapuas memiliki lebar 300 meter. Sungai Kapuas saat ini sudah tercemar dan kualitasnya menurun. Banyak masalah mengakibatkan Sungai semakin rusak. Permasalahan yang berkaitan dengan DAS Kapuas, seperti penebangan hutan, limbah domestik, dan penambangan emas ilegal.
Sungai Barito.
Sungai Barito merupakan induk sungai yang terletak di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Sungai barito memiliki lebar 350-500 meter. Pada sungai barito terjadi pendangkalan (sedimentasi) pada bagian hilir. Wilayah yang dilewati oleh aliran Sungai Barito pada tahun – tahun terakhir ini sering terjadi banjir hampir pada semua wilayah.
Sungai-sungai di Banjarmasin banyak yang beralih fungsi. Sebagai contoh banyak sungai-sungai di Banjarmasin yang mulai kehilangan arealnya, akibat pembangunan ruko-ruko (rumah toko), pelebaran jalan, maupun menjadi lahan pemukiman warga. ungai-sungai sangat sempit untuk mereka renangi, dan yang lebih memprihatinkan lagi air sungai sangat kotor dan banyak sampah-sampah yang hanyut bersama aliran air.
Sungai Ciliwung.
Sungai Ciliwung merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Ciliwung – Cisadane. Sebagai bagian dari SWS Ciliwung – Cisadane, Sungai Ciliwung mempunyai daerah tangkapan + 337 Km2 mengalir sepanjang 117 km bermata air di Gunung Pangrango (3.019 m) yang terletak di sebelah selatan Kota Bogor dan bermuara di Laut Jawa dan memiliki lebar sungai 30 meter. Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang mengalir melintasi batas kota/ propinsi dan memiliki fungsi penting bagi masyarakat sekitar yaitu sebagai sumber air baku, penggelontoran, jalur transportasi, dan sebagainya. Namun demikian, sejalan dengan pertumbuhan kota yang terjadi, kondisi Sungai Ciliwung dan lingkungan sekitarnya semakin hari semakin memburuk. Banyaknya penduduk yang tinggal di pinggiran sungai menjadi permasalahan sungai Ciliwung menjadi semakin kompleks. Selain menimbulkan kekumuhan, perlakuan penduduk kepada Sungai Ciliwung juga kurang bertanggung jawab, karena anggapan Sungai Ciliwung sebagai bagian belakang rumah mereka.
Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, yang cenderung mengarah pada penurunan daya dukung lingkungan, berupa penurunan kemampuan lahan dalam meresapkan air dan peningkatan laju erosi. Kondisi ini menyebabkan tingginya limpasan air permukaan yang berakibat timbul- nya banjir tahunan di DKI Jakarta. Namun, upaya membebaskan bantaran sungai dari hunian liar adalah salah satu persoalan di antara berbagai masalah rumit menata Kota Jakarta. Di Jakarta Selatan, misalnya, ada 5.120 bangunan liar di bantaran sungai dengan 8.019 keluarga sebagai penghuninya. Ada lagi 5.404 bangunan dengan 7.161 keluarga di Jakarta Timur.Bahkan, di Jakarta Pusat masih ada 557 bangunan liar di bantaran sungai bersama 910 keluarga sebagai penghuni.
Demikianlah artikel yang menjelaskan secara lengkap mengenai "Sungai terpanjang yang ada di Indonesia". Semoga melalui tulisan ini memberikan pemahaman kepada pembaca yang sedang mempelarinya. Mohon maaf jika ada kesalahan dan silahkan tinggal tanggapan maupun kritikan yang sifatnya memperbaiki untuk yang akan datang. Terima kasih dan semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar