Berbagai Reviews: Islam

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

10 Maret 2024

Sejarah Kota Mekkah

Sejarah Kota Mekkah

kabbah

Nama Kota Makkah sebelum Islam tidak terlepas dari sejarah panjang yang melatarbelakanginya. Sebelum kedatangan Islam, Kota Makkah dalam beberapa catatan sejarah dikenal dengan kehidupan masyarakat jahiliah. Kala itu, masyarakat Makkah gemar menyembah berhala, melakukan peperangan, berfoya-foya, berjudi, dan minum khamr. Secara garis besar, gambaran kondisi kehidupan masyarakat Makkah sangat jauh dari syariat Islam.

Sejarah Kota Mekkah

Perkembangan kota Makkah tidak terlepas dari keberadaan Nabi Ismail dan Hajar sebagai penduduk pertama kota ini yang ditempatkan oleh Nabi Ibrahim atas perintah Allah. Pada perkembangannya muncul orang-orang Jurhum yang akhirnya tinggal di sana. Nabi Ismail menikah dengan putri Muzaz bin Amr (seorang tokoh dari kabilah Jurhum). Keturunan Nabi Ismail dari pernikahan ini kemudian berkembang menjadi penduduk Makkah.

Pada masa berikutnya kota ini dipimpin oleh Quraisy yang merupakan kabilah atau suku yang utama di Jazirah Arab karena memiliki hak pemeliharaan terhadap Ka'bah. Suku ini terkenal dalam bidang perdagangan bahkan pada masa itu aktivitas dagang mereka dikenal hingga Damaskus, Palestina, dan Afrika. Tokoh sebagai kepala kabilah Quraisy adalah Qussai yang dilanjutkan oleh Abdul Muthalib. Pada saat itu, Makkah tidak berbentuk kerajaan, melainkan hanya sebagai tempat tinggal suku Quraisy. Pada musim panas, suku Quraisy biasa pindah ke Syam, sedangkan pada musim dingin pindah ke Yaman. Meskipun demikian, sudah ada pembagian jabatan di Makkah. Diantaranya:

  • Hijabah (pemegang kunci pintu Ka'bah)
  • Siqaayah (pengawas mata air zam-zam)
  • Rifaadah (penyedia makanan bagi tamu Makkah)
  • Liwaa' (pengatur panji perang)
  • Qiyaadah (pemimpin pasukan perang)

Pada tahun 571, Nabi Muhammad keturunan langsung dari Nabi Ismail serta Qussai, lahir di kota ini dan tumbuh dewasa. Pertama kali menerima wahyu dari Allah namun ajarannya ditolak kaumnya yang saat itu masih berada dalam kegelapan pemikiran (Jahiliah) sehingga berpindah ke Madinah. Setelah Madinah berkembang, akhirnya Nabi Muhammad kembali ke Makkah dalam misi membebaskan kota Makkah tanpa pertumpahan darah yang dikenal dengan Fathul Makkah pada tahun 630 (8 Hijriyah).

Pada masa selanjutnya Makkah berada di bawah administrasi Khulafaur Rasyidin. Pada masa ini, Makkah tidak dijadikan pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan Khulafaur Rasyidin tetap berada di Madinah. Setelah itu Makkah berada di bawah administrasi para Khalifah yang saat itu berkuasa di Damaskus (Dinasti Ummayyah), Bagdad (Dinasti Abbasiyah), dan Istanbul (Usmaniah). Kemudian setelah hancurnya sistem kekhalifahan, kota ini dikuasai oleh Syarif Makkah yang ikut melawan pemerintah Usmaniah dan tak selang beberapa lama berhasil direbut dan disatukan dalam pemerintahan Arab Saudi oleh Abdul Aziz bin Saud yang kemudian menjadi pelayan bagi kedua kota suci Islam, Makkah dan Madinah. Gelar yang biasa disandang para penguasa yang pernah memimpin dua kota suci tersebut

Nama Kota Makkah sebelum Islam

Sebelum Islam hadir atau pada masa jahiliah, nama Kota Makkah tidak begitu dikenal. Bahkan dalam manuskrip Raja Babilonia belum ditemukan nama Makkah di dalamnya, sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Arab Sebelum Islam karya Jawwad Ali.

Manuskrip raja tersebut menyebutkan daftar berbagai tempat yang telah dikuasai pasukannya, tetapi dari sejumlah nama yang disebutkan hanya sampai ke wilayah Hijaz. Adapun Kota Yatsrib (Madinah) ialah tempat terakhir yang pernah dijangkau kekuasaannya di wilayah Arab Barat.

Lebih lanjut, Jawwad Ali dalam bukunya menuliskan bahwa hingga saat ini belum ditemukan nama Makkah dalam manuskrip-manuskrip pada masa jahiliah. Akan tetapi, berdasarkan sumber sejarah non-Arab ada yang menyinggungnya.

Nama Kota Makkah sebelum Islam diketahui disebut sebagai Kota Makraba, Macoraba, atau Makroba. Hal ini dituliskan dalam buku Geography karya ilmuwan Yunani Ptolemy (Ptolomeus) yang hidup pada abad ke-2 M.

Para peneliti kemudian menyimpulkan kota yang dimaksud Makroba ialah Kota Makkah. Apabila pendapat ini benar, maka Ptolemy merupakan penulis yang pertama kali dan paling awal menyinggung Kota Makkah.

Mengacu pada catatan sejarah dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Ahmad Sugiri, nama Makkah yang disebut Macoraba oleh Ptolomeus diambil dari bahasa Saba 'Makuraba' yang berarti tempat suci.

Arti tersebut menunjukkan bahwa Kota Makkah pada awalnya didirikan oleh suatu kelompok keagamaan yang di dalam literatur Islam merujuk pada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, Kota Makkah telah menjadi pusat keagamaan.

Sementara itu, catatan sejarah lain yang tertulis dalam buku Piagam Madinah Bukan Konstitusi Negara Islam oleh Ali Romdhoni, menyatakan bahwa sebutan Macoraba diambil dari bahasa Arab 'Maqrab' yang artinya tempat penyembelihan kurban (Ismail putra Ibrahim sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an).

Era Nabi Muhammad SAW

Pada tahun 571 M, Abraha dengan pasukannya para penunggang gajah ingin menghancurkan kabah memaksa orang-orang Arab untuk berziarah ke tempat ibadahnya. Ketika ia dan pasukannya mendekati Mekkah, gajah-gajah itu menolak untuk maju ke arah Kabah. Dalam Al Quran Surat Al-Fil disebutkan, Allah mengirimkan burung ababil untuk menghancurkan Abraha dan pasukannya. Peristiwa inilah yang melatarbelakangi penyebutan Tahun Gajah, tahun ketika Nabi Muhammad SAW lahir. Pada abad ke-7 Masehi, Islam muncul di Mekkah. Karena dianggap telah mengganggu tradisi dan paradigma lama, penduduk lokal pun menentang keras dan memaksa mereka untuk berhijrah. Nabi Muhammad SAW berserta pengikutnya kemudian hijrah ke Madinah pada 622 M. Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 630 M, umat Islam berhasil menaklukkan kota Mekah dengan damai setelah penduduknya menyerah. Peristiwa ini banyak dikenal dengan Fathu Makkah atau penaklukan Kota Mekkah.

Makkah Dijuluki sebagai Kota Tertua

Disebutkan oleh sejumlah peneliti sebagaimana dilansir dari buku Situs-Situs dalam Al Qur'an karya Syahruddin El-Fikri, Nabi Ismail AS diketahui merupakan orang pertama yang membangun Kota Makkah dengan berbagai macam peradabannya.

Sejumlah peneliti tersebut turut menyatakan bahwa bangsa Arab ialah keturunan Nabi Ismail AS. Karena itulah, bangsa Makkah disebut sebagai suku bangsa tertua di dunia.

Pernyataan tersebut juga diakui oleh Sayyid Muzaffaruddin Nadvi dalam bukunya A Geographical History of the Qur'an (Sejarah Geografi Al Quran). Ia mengatakan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang tua, hingga saking tuanya tak banyak sejarah yang menuliskannya.

Dalam Al-Qur'an, Kota Makkah juga disebut dengan nama Ummu al-Qurra yang berarti induk atau ibu dari negeri. Kata Ummu al-Qurra disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak dua kali, yaitu pada surah Al-An'am ayat 92 dan surah Asy-Syura ayat 7.

Geografi Mekkah

Kota Makkah terletak sekitar 600 km sebelah selatan kota Madinah, kurang lebih 200 km sebelah timur laut kota Jeddah. Kota ini merupakan lembah kering, dikelilingi pegunungan karang yang tandus dengan bangunan Ka'bah sebagai pusatnya. Dengan demikian, pada masa dahulu kota ini rawan banjir bila musim hujan sebelum akhirnya pemerintah Arab Saudi memperbaiki kota ini dan merenovasi kota ini. Seperti pada umumnya kota-kota di wilayah Arab Saudi, kota ini beriklim gurun.

Panjang lembah barat ke timur sekitar 3 km, sedangkan panjang lembah utara ke selatan sekitar 1,5 km. Kota ini dikelilingi oleh beberapa gunung, diantaranya Gunung Abu Qubais pada bagian timur, Gunung Abi Badidah (Kudai) dan Gunung Khundamah pada bagian selatan, Gunung Al Falj, Gunung Qaiqa'an, Gunung Hindi, Gunung Lu'lu dan Gunung Kada (gunung tertinggi) pada bagian utara. Pada zaman dahulu hanya ada tiga jalan yang bisa dilalui untuk masuk Makkah, yaitu celah utara di kaki Gunung Al Falh, celah barat menuju Laut Merah dan celah selatan menuju Yaman

Masjidilharam

Masjidilharam, kadang kala disebut juga dengan Masjid al-Haram ataupun Al-Masjid al-Ḥarām (Arab: المسجد الحرام), merupakan masjid yang terletak di Kota Makkah Al Mukharamah, yang dibangun mengelilingi Ka'bah, yang menjadi arah kiblat umat Islam dalam mengerjakan ibadah salat. Selain itu di masjid inilah salah satu rukun ibadah haji yang wajib dilakukan umat Islam yaitu tawaf, mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali. Sebagai kota suci umat Islam, berdasarkan hukum yang berlaku di Arab Saudi, bagi non-Muslim tidak diizinkan memasuki kota Mekkah ini

Kabbah

Ka'bah (Arab: الكعبة) merupakan sebuah bangunan yang mendekati bentuk kubus yang terletak di tengah Masjidil Haram di Kota Makkah. Bangunan ini adalah monumen suci bagi umat Islam. Bangunan ini menjadi patokan arah kiblat untuk ibadah salat, bagi umat Islam di seluruh dunia

Air Zam - Zam

Zamzam (Arab: زمزم) merupakan nama air yang diperoleh dari sebuah sumur mata air bawah tanah yang terletak dalam kawasan Masjidilharam, sebelah tenggara Ka'bah, dengan kedalaman sekitar 42 meter. Air zamzam ini merupakan sumber air bersih utama bagi kota Makkah. Selain dikonsumsi untuk air minum, air ini juga digunakan sebagai air wudu bagi jemaah yang akan melakukan ibadah salat di Masjidilharam.

Pemerintahan Kota Mekkah 

Sistem administrasi pemerintahan Kota Makkah, dipimpin oleh seorang wali kota (disebut amir) yang ditunjuk oleh Pemerintah Arab Saudi dan dibantu oleh majelis dewan kota yang dipilih oleh masyarakat setempat sebanyak empat belas orang. Kota Makkah juga merupakan ibu kota dari Provinsi Makkah, di mana sejak tanggal 16 Mei 2007, yang diangkat menjadi Gubernur provinsi tersebut adalah Pangeran Khalid Al Faisa

Kota Dalam Ibadah Haji

Selain Makkah, kota atau daerah yang digunakan dalam peribadatan haji yakni Mina, Muzdalifah, dan Arafah, kemudian terdapat kota atau daerah yang digunakan para jemaah haji untuk memulai prosesinya antara lain Bir Ali atau Dzulkulaifah yang berada di luar kota Madinah sebagai patokan jemaah yang berasal dari Madinah, serta Qarnul Manazil atau Yalamlam bagi jemaah haji yang masuk dari arah Yamana


Demikianlah informasi dari artikel yang berjudul Sejarah Kota Mekkah. Apabila ada kekurangan ataupun kekeliruan pada penulisan artikel ini, Berbagai Reviews mengucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Silahkan tinggalkan pesan yang bijak pada kolom komentar yang tersedia. Terima kasih sudah mampir, semoga bermanfaat.

Bahan bacaan lainya silahkan klik Pustaka Pengetahuan

Tutorial cara budidaya silahkan klik Baraja Farm 

Untuk belajar budidaya, silahkan klik Baraja Farm Channel

Media sosial silahkan klik facebook

6 Februari 2024

Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW

Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW

kisah Isra Mi’raj

Sahabat berbagai Reviews, bercerita tentang fakta yang terkandung dalam sejarah Isra Mi’raj dalam Hadits dalam Islam adalah sejarah yang penting untuk diketahui oleh umat Islam. Banyak sekali hikmah yang didapat dalam peristiwa dan sejarah Isra Mi’raj. Kejadian yang berlangsung pada 27 Rajab di tahun kedelapan kenabian ini merupakan peristiwa perjalanan suci Nabi Muhammad SAW. Dilakukan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina, hingga naik ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh dalam satu malam.

Apabila dipikirkan dengan menggunakan logika terasa tidak masuk akal, namun umat Islam harus mengimaninya karena terdapat keterangan dari hadits - hadits yang shahih dan juga Al-Qur’an. Pengertian peristiwa Isra Miraj mencatat, berdasarkan kajian sebagian besar ulama tafsir bahwa peristiwa Isra Miraj adalah suatu peristiwa yang amat istimewa dan maha agung.

Hal ini juga merupakan sebuah peristiwa yang amat dahsyat karena tidak pernah dialami oleh manusia - manusia sebelumnya. Rasulullah SAW menempuh perjalanan secepat kilat lalu naik ke langit hingga Sidratul Muntaha. Isra atau sara ‘سرى’ artinya adalah perjalanan di malam hari. Secara istilah, Isra adalah perjalanan Rasulullah SAW pada suatu malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina. Peristiwa ini disebutkan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an :

kisah Isra' Mi'raj

Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah mempertahankan hambaNya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan padanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Isra ayat1)

Pengertian Isra' Mi'raj

Kata Isra Mikraj adalah sebuah perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Islam Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa sangat penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa inilah Nabi Muhammad mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Beberapa penggambaran tentang kejadian ini dapat dilihat di surah ke-17 di Al-Qur'an, yaitu Surah Al-Isra. Menurut tradisi, perjalanan ini dikaitkan dengan Lailat al-Mi'raj, sebagai salah satu tanggal paling penting dalam kalender Islam

Sejarah Isra' Mi'raj

Kejadian Isra'Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Nabi Islam, Muhammad hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama islam, Isra' Mikraj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra' Mikraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun, Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena istri pertama Muhammad, Khadijah meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab, dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra' Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra' Mikraj.

Ketika Muhammad masih berada di tengah periode dakwah yang akan menerobos jalan antara pencapaian kesuksesan dan penindasan sementara ada sedikit harapan yang mulai terlihat, maka terjadilah peristiwa Isra' dan Mi'raj ini. Mengenai kapan waktu terjadinya, terdapat perbedaan pendapat, di antaranya :

  • Peristiwa Isra' terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan NabiNya dengan kenabian. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ath-Thabari.
  • Peristiwa ini terjadi lima tahun setelah diutusnya Muhammad menjadi Nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh An-Nawawi dan Al-Qurthubi.
  • Peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun 10 dari kenabian. Pendapat ini dipilih oleh Allamah Al-Manshurfuri.
  • Peristiwa ini terjadi 16 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 12 dari kenabian.
  • Peristiwa ini terjadi I tahun 2 bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun 13 dari kenabian.
  • Peristiwa ini terjadi I tahun sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 13 dari kenabian.

Indikasi dari tiga pendapat pertama adalah bahwa kematian Khadijah pada bulan Ramadhan tahun 10 dari kenabian. Khadijah meninggal sebelum datangnya wahyu yang mewajibkan shalat lima waktu, sementara tidak ada perselisihan pendapat di kalangan para ulama Islam bahwa shalat lima waktu diwajibkan pada malam Isra'. Sedangkan mengenai tiga pendapat terakhir lainnya, belum menemukan pendapat yang dapat menguatkan salah satu darinya selain topik bahasan di dalam surah Al-Isra yang menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi pada masa-masa akhir.

Para ulama hadits meriwayatkan rincian dari peristiwa ini, dan kami akan memaparkannya secara ringkas, lbnul Qayyim berkata,

Menurut riwayat yang shahih bahwa Rasulullah diisra'kan dengan jasadnya dari Al-Masjid Al-Haram menuju Baitul Maqdis dengan mengendarai Al-Buraq, ditemani oleh Jibril. Lalu ia singgah di sana serta menjadi imam shalat bagi para nabi, lalu menambat Al-Buraq pada Pintu masjid. Kemudian pada malam itu, ia dinaikkan dari Baitul Maqdis menuju langit dunia. Jibril meminta agar Pintu langit dibukakan untuk ia lalu terbukalah pintunya. Di sana, ia melihat Adam, bapak manusia. Ia memberi salam kepadanya lantas dia menyambutnya dan membalas salam tersebut serta mengakui kenabiannya. Allah juga menampakkan kepadanya ruh-ruh para syuhada dari sebelah kanannya dan ruh-ruh orang-orang yang sengsara dari sebelah kirinya.

Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit kedua. Jibril meminta agar dibukakan pintunya untuk ia. Di sana ia melihat Nabi Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam, lalu menjumpai keduanya dan memberi salam. Keduanya menjawab salam tersebut dan menyambutnya serta mengakui kenabiannya. Kemudian dinaikkan lagi ke langit ketiga. Di sana ia melihat nabi Yusuf, lalu memberi salam kepadanya. Dia membalasnya dan menyambutnya serta mengakui kenabiannya. Kemudian dinaikkan lagi ke langit keempat. Di sana ia melihat Nabi Idris lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya. Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit kelima. Di sana ia melihat Nabi Harun bin Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya. Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit keenam. Di sana ia bertemu dengan Nabi Musa bin Imran lalu memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya.

Tatkala ia hendak berlalu, Nabi Musa menangis. Ketika ditanyakan kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis?" Dia menjawab, "Aku menangis karena rupanya ada seorang yang diutus setelahku tetapi umatnya yang masuk surga lebih banyak dari umatku. Kemudian ia dinaikkan lagi ke langit ketujuh". Di sana ia bertemu dengan Nabi Ibrahim lalu ia memberi salam kepadanya. Dia menyambutnya dan mengakui kenabiannya. Kemudian ia naik ke Sidratul Muntaha, lalu dibawa naik ke Al-Bait Al-Ma'mur. Kemudian ia dinaikkan lagi menuju Allah Yang Maha Perkasa. Ia mendekat kepada-Nya hingga jaraknya tinggal sepanjang dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Dia mewahyukan kepada hamba-Nya ini dengan wahyu, mewajibkan kepadanya lima puluh waktu shalat. Ia lalu kembali hingga melewati Nabi Musa.

Dia lalu bertanya kepadanya, "Apa yang diperintahkan kepadamu?" Ia menjawab, "Lima puluh waktu shalat." Dia berkata, "Umatmu pasti tidak sanggup melakukan itu, kembalilah ke Rabb-mu dan mintalah keringanan untuk umatmu!" Ia menoleh ke arah Jibril seakan ingin memintakan pendapatnya dalam masalah itu. Dia mengisyaratkan persetujuannya jika ia memang menginginkan hal itu. Lalu Jibril membawa ia naik lagi hingga membawanya ke hadapan Allah, sedangkan Dia berada di tempatnya. Ini adalah redaksi milik Al-Bukhari pada sebagian jalur periwayatannya. Lalu Allah meringankannya menjadi sepuluh waktu shalat. Kemudian ia turun hingga kembali melewati Nabi Musa lagi lantas memberitahukan tentang tersebut kepadanya. Dia berkata kepadanya, 'Kembalilah lagi kepada Rabb-mu.' mengikuti saran Musa dan minta keringanan kepada Allah Azza Wa Jalla hingga akhirnya Dia menurunkannya menjadi lima waktu shalat. Musa kemudian memerintahkan ia agar kembali kepada Rabb dan memintakan keringanan lagi. Lalu ia Inenjawab, "Aku malu kepada Rabb-ku. Aku rela dengan hal ini dan berserah diri." Setelah ia menjauh, datanglah suara memanggil, "Engkau telah menyetujui fardlu-Ku dan Aku telah memberikan keringanan untuk para hamba-Ku."

Kemudian Ibnul Qayyim menyinggung perbedaan persepsi seputar rukyah (melihat) ia terhadap Rabb-nya Tabaraka wa Ta'ala. Dia juga menyebutkan ucapan Ibnu Taimiyyah mengenai hal ini, yang inti dari pendapat - pendapat yang disebutkan olehnya menyatakan bahwa melihat dengan mata telanjang sama sekali tidak valid. Pendapat semacam ini tidak pernah diucapkan oleh seorang sahabat pun. Sedangkan nukilan yang berasal dari Ibnu Abbas tentang rukyah ia secara mutlak dan rukyah ia dengan hati, pendapat pertama ini tidak menafikan pendapat kedua. Ibnul Qayyim kemudian mengomentari, 

"Sedangkan firman-Nya Ta'ala di dalam surat An-Najm (artinya),

 "Kemudian dia mendekat lalu bertambah mendekat lagi." Ungkapan 'mendekat' di sini bukan yang dimaksud di dalam kisah Isra'. Ungkapan "mendekat" yang terdapat di dalam surat An-Najm tersebut adalah mendekat dan bertambah mendekatnya Jibril sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah binti Abu Bakar dan Ibnu Mas'ud. Arah pembicaraan di dalam ayat tersebut pun mendukungnya. Adapun 'mendekat dan bertambah mendekat' yang ada pada cerita Isra' adalah jelas sekali menyatakan mendekat dan bertambah mendekatnya Rabb Tabaraka wa Ta'ala. Di dalam surah An-Najm tidak ditemukan sesuatu yang menyinggung tentang hal itu bahkan di sana terdapat penegasan bahwa Muhammad melihat Jibril dalam rupa aslinya yang lain di Sidratul Muntaha. Ini adalah Jibril yang dilihat oleh Muhammad sebanyak dua kali dalam rupa aslinya, pertama di bumi dan kedua di Sidratul Muntaha

Hadis tentang Isra' Mi'raj

Riwayat tentang perjalanan malam Muhammad dan diangkatnya dia ke langit untuk bertemu langsung dengan Allah dan menerima perintah kewajiban salat di lima waktu terdapat dalam Kitab Hadis Sahih milik Imam Muslim:

Yaitu seekor binatang yang tubuhnya seperti kuda dan berwarna putih, ia mempunyai sayap dan mempunyai ekor burung merak. Di setiap langit Nabi Muhammad bertemu Nabi. Di langit pertama Nabi Muhammad bertemu Nabi Adam, Di langit keDua Rasulullah bertemu dangan Nabi Isa dan Nabi Yahya, Di langit keTiga Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf, Dilangit keEmpat Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris,Di langit ke lima Rasulullah bertemu dengan Nabi Harun, Di langit ke enam Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa, Di langit ke tujuh Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan." Dia bersabda: "Ketika dia menaikinya dengan perintah Allah, maka sidratul muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu, Allah memberikan wahyu kepada dia dengan mewajibkan salat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa alaihi salam, dia bertanya, 'Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ' Dia bersabda: "Salat lima puluh waktu'. Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka'. Dia bersabda: "Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku'. Lalu Allah subhanahu wata'ala. mengurangkan lima waktu salat dari dia'. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, 'Allah telah mengurangkan lima waktu salat dariku'. Nabi Musa berkata, 'Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi'. Dia bersabda: "Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: 'Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap salat fardu dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh salat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya, barang siapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu, jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya'. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan'. Aku menjawab, 'Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya'.

Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Isra' Rasulullah ke langit, hadits nomor 162a.

Pengaruh Isra' Mi'raj

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratulmuntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Muhammad sebagai rasul islam tidak merasa sedih lagi karena ditinggal istri dan pamannya

Peringatan Isra' Mi'raj

Lailat al-Mi'raj (bahasa Arab: لیلة المعراج, Lailätu 'l-Mi‘rāğ), juga dikenal sebagai Shab-e-Mi'raj (bahasa Persia: شب معراج, Šab-e Mi'râj) di Iran, Pakistan, India dan Bangladesh, dan Miraç Kandili dalam bahasa Turki, adalah sebuah perayaan yang dilangsungkan saat Isra dan Mikraj. Beberapa Muslim merayakannya dengan melakukan salat tahajud di malam hari, dan di beberapa negara mayoritas Muslim, dengan menghias kota dengan lampu dan lilin. Umat Islam berkumpul di masjid dan salat berjemaah serta mendengarkan khotbah mengenai Isra dan Mikraj.

Masjid Al-Aqsa dipercaya sebagai tempat di mana Muhammad naik ke surga. Tanggal pasti mengenai kejadian ini tidak jelas, tetapi tetap dirayakan karena terjadi sebelum hijrah dan setelah kunjungan nabi ke Taif. Beberapa orang menganggapnya telah terjadi hanya setahun sebelum hijrah, pada 27 Rajab; tetapi tanggal ini tidak selalu diterima. Tanggal ini akan sama dengan 26 Februari 621 di kalender Julian dan 8 Maret 620 jika terjadi setahun sebelumnya. Dalam tradisi Syiah di Iran, 27 Rajab merupakan hari pemanggilan pertama Muhammad, disebut Mab'as. Masjid Al-Aqsa dan sekitarnya dianggap sebagai tempat tersuci ketiga di dunia bagi umat Muslim


Demikianlah artikel yang berjudul Sejarah Peristiwa Isra' Mi'raj. Apabila ada kekurangan ataupun kekeliruan dalam penulisan artikel ini, Berbagai Reviews mengucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Silahkan tinggalkan pesan yang bijak pada kolom komentar yang tersedia. Terima kasih sudah mengunjungi, semoga bermanfaat.

Bahan bacaan lainnya, dapat membantu tugas sekolah klik Pustaka Pengetahuan

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, silahkan klik Baraja Farm 

Tutorial cara budidaya silahkan klik Baraja Farm Channel

Media sosial silahkan klik facebook

24 November 2023

Tata Cara Mandi Wajib Junub

Tata Cara Mandi Wajib Junub

cara mandi junub


Sahabat Berbagai Reviews, jika kita suci dari hadats kecil dan hadats besar merupakan salah satu syarat sah melaksanakan ibadah, seperti shalat, itikaf di masjid, thawaf, menyentuh mushaf, dan sebagainya. Untuk menghilangkan hadats kecil adalah dengan wudhu dan untuk menghilangkan hadats besar dengan mandi wajib atau mandi janabah yang biasa disebut mandi junub.

Junub adalah ketika seseorang mengalami salah satu dari dua hal. 

  • Pertama, keluarnya mani dari alat kelamin, baik secara sengaja atau tidak. 
  • Kedua, melakukan jimak atau berhubungan suami istri, meskipun itu tidak sampai keluar mani.

Adapun melakukan mandi wajib bagi laki-laki dalam agama Islam merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga kebersihan dan kesucian tubuh dair hadits besar. Mandi wajib atau yang disebut juga dengan mandi besar ini memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh laki-laki muslim.

Ada beberapa situasi di mana mandi besar diwajibkan bagi seorang laki-laki:

1. Setelah mimpi basah (mani keluar) saat tidur

2. Setelah berhubungan intim atau melakukan persetubuhan suami-istri

3. Setelah keluar mani karena rangsangan seksual atau masturbasi.

Dalam mandi wajib, seorang laki-laki harus membasuh seluruh tubuhnya dengan menggunakan air yang suci, mulai dari kepala hingga ujung kaki, sambil memastikan bahwa air mencapai seluruh bagian tubuh.

Rukun Mandi Junub

Ada 2 rukun yang harus dilakukan ketika melaksanakan mandi junub, yaitu:

1. Niat

Di antara lafal niat dalam mandi junub adalah sebagai berikut:


نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitul-ghusla lirafil ḫadatsil-akbari minal-jinâbati fardlan lillâhi ta‘ala

"Saya niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta'ala."

Dalam madzhab Syafi'i, niat harus dilakukan bersamaan dengan saat air pertama kali disiramkan ke tubuh.

2. Mengguyur seluruh badan

Saat mandi wajib, seluruh badan bagian luar harus terguyur air, termasuk rambut dan bulu-bulunya. Untuk bagian tubuh yang berambut atau berbulu, air harus bisa mengalir sampai ke bagian kulit dan pangkal rambut/bulu sehingga tubuh tidak tertempel najis.

Sunah Mandi Junub

Ada sejumlah kesunnahan yang bisa dilakukan saat melaksanakan mandi junub. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Bidâyatul Hidâyah, di antaranya adalah sebagaimana berikut:

  1. Membasuh tangan hingga tiga kali.
  2. Membersihkan segala kotoran atau najis yang masih menempel di badan.
  3. Berwudhu dengan sempurna.
  4. Mengguyur kepala sampai tiga kali, bersamaan dengan itu melakukan niat menghilangkan hadats besar.
  5. Mengguyur bagian badan sebelah kanan hingga tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan badan sebelah kiri juga tiga kali.
  6. Menggosok-gosok tubuh, depan maupun belakang, sebanyak tiga kali.
  7. Menyela-nyela rambut dan jenggot (bila punya).
  8. Mengalirkan air ke lipatan-lipatan kulit dan pangkal rambut. Sebaiknya hindarkan tangan dari menyentuh kemaluan, kalaupun tersentuh, sebaiknya berwudhu lagi. Wallâhu a‘lam

Do'a Sesudah Mandi Wajib

Setelah mandi wajib juga dianjurkan untuk membaca doa berikut ini, sebagaimana dijelaskan dalam buku Praktik Mandi Janabah Rasulullah Menurut Empat Madzhab karya Isnan Ansory:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ

Asyhadu an laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa Rasuluhu, allahumma-jalni minattawwabina, wajalni minal mutathahirrina.

Artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”


Demikianlah artikel yang berjudul Tata Cara Mandi Wajib Junub. Apabila ada kekurangan ataupun kekeliruan dalam penulisan artikel ini, Berbagai Reviews mengucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Silahkan tinggalkan pesan yang bijak pada kolom komentar yang tersedia. Terima kasih sudah mengunjungi, semoga bermanfaat.

Bahan bacaan lainnya, jika membantu tugas sekolah silahkan klik Pustaka Pengetahuan 

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, silahkan klik Baraja Farm 

Tutorial cara budidaya silahkan klik Baraja Farm Channel 

Media sosial silahkan klik facebook.com


15 Mei 2022

Sejarah Ibadah Qurban (Kurban)

Sejarah Ibadah Qurban (Kurban)

sejarah kurban


Setiap muslim di dunia ini tentu sudah mengenal dengan ibadah Qurban (kurban). Apalagi di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam atau umat ISlam terbesar di dunia. Ibadah Qurban ini dilakukan 1 kali dalam setahun. Ibadah Qurban (Kurban) yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sementara itu, ibadah kurban adalah salah satu ibadah pemeluk agama Islam, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah.

 Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah, semua umat Islam yang tidak melaksanakan haji merayakan hari raya Idul Adha. Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berqurban dimana mereka menyembelih hewan qurban untuk kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah. Lalu apakah sebenarnya Qurban itu? Dibawah ini akan dijelaskan secara lengkap.

Qurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat (قربان). Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.


Dalil Disyari’atkannya Kurban

Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 — 3).

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).

 “Dan bagi tiap - tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” QS. al-Haj: 34. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” QS. al-Haj: 37

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),..” Ayat di bagian pertama yang ditampilkan di atas menjadi ruh daripada perjalanan sejarah tentang qurban dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, yang telah lama menjadi salah satu jalan syariat bagi para Nabi dan Rasul di zaman mereka msaing-masing. 

Tonggak keberadaban sejarah ini dapat dilacak dari perjalanan sejarah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul sejak tapak-tapak syariat mulai membumi di alam terbuka untuk menjadi konsumsi umat sepanjang sejarah. Inilah tapak-tapak suci dari sejarah qurban dimulai.


Sejarah Kurban di Zaman Para Nabi

Sambil menunggu waktu ibadah kurban, alangkah baiknya kita mengetahui dahulu bagaimana sejarah kurban dalam Islam.

Perayaan hari raya Idul Adha tidak terlepas dengan ritual pemotongan hewan kurban. Secara bahasa Arab, قربن (Qurban) yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah, secara harfiah berarti hewan sembelihan. Hari Raya Idul Adha diperingati setiap 10 Dzulhijjah, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah.

Pada hari itu, Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat Islam yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan kurban. Melakukan penyembelihan hewan kurban adalah suatu bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Rabb-Nya, sebagai symbol atau tanda ketaqwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT, selain itu untuk mendekatkan diri kepada-Nya serta hanya mengharapkan ridha-Nya. Sebelum manusia diperintahkan untuk berkurban, para nabi dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW diberitahukan terlebih dahulu baik lewat wahyu Allah atau lainnya. Berikut cerita lengkap sejarah kurban yang perlu kita ketahui dari zaman nabi.


Kurban pada Zaman Nabi Adam AS

Bermula ketika adanya perselisihan antara anak-anak Nabi Adam AS dan Siti Hawa yaitu Habil dan Qabil. Qabil lahir kembar dengan Iqlima, sementara Habil lahir kembar dengan Labuda. Sesuai perintah Allah, maka anak-anak Nabi Adam harus menikah dengan saudara yang bukan pasangan kembarnya (persilangan), Qabil dengan Lubuda dan Habil dengan Iqlima. Namun perintah tersebut dibantah oleh Qabil, ia beralasan tidak menyukai Labuda karena Labuda tidak secantik Iqlima.

Untuk menengahi perselisihan tersebut, kemudian Nabi Adam AS meminta pertolongan kepada Allah untuk sebuah solusi. Hingga Allah memerintahkan Qabil dan Habil untuk mempersembahkan kurban sebagai syarat menikah. Nabi Adam pun meminta kedua putranya untuk menyiapkan kurban kepada Allah SWT. Kurban siapa yang diterima Allah, maka dialah yang berhak menentukan dengan siapa akan menikah.


Kurban dari Qabil Tidak Diterima Allah SWT

Habil yang hidup sebagai penggembala, mempersiapkan kurban dengan membawa domba jantan terbaik miliknya ke atas bukit. Sementara Qabil yang hidup di bidang pertanian membawa hasil pertaniannya yang paling jelek untuk digunakan sebagai kurban. Merekapun menunggu hasil penilaian oleh Allah SWT kurban siapa yang akan diterima. Tak lama kemudian, sebuah api muncul di atas bukit dan melahap kurban kambing yang di kurbankan oleh Habil, sedangkan kurban hasil pertanian milik Qabil masih utuh diatas bukit, hal ini menandakan bahwa kurbannya tidak diterima oleh Allah SWT.

Melihat kenyataan tersebut, Qabil tidak terima dan sangat marah sehingga ingin membunuh Habil. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalan Surat Al – Maidah ayat 27 yang artinya:

“Ceritakanlah (Muhammad) kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Maidah : 27)

Dari kisah sejarah tentang kurban tersebut dijelaskan bahwa hendaknya kita berkuban dari hewan terbaik yang dimiliki serta meniatkan di hati kita bahwa semua ibadah ini hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT semata


Kurban pada Zaman Nabi Ibrahim AS

Disebutkan dalam Al-Quran, Allah memberi wahyu melalui mimpinya kepada Nabi Ibrahim AS untuk mempersembahkan Nabi Ismail AS putera kesayangannya. Tentu saja hal ini menjadi sebuah ujian berat bagi Nabi Ibrahim AS. Putera yang diharap-harapkan dan didambakannya puluhan tahun yang seharusnya putera tersebut menjadi pewaris keturunannya. Namun, harus disembelih olehnya untuk dijadikan kurban yang akan dipersembahkan kepada Allah SWT. Bisa dibayangkan betapa bimbangnya hati Nabi Ibrahim AS pada saat itu.

Akan tetapi Nabi Ibrahim tetap berprasangka baik dan yakin atas kebesaran Allah SWT bahwa semua ini adalah perintah yang datang dari Allah SWT. Hingga akhirnya Nabi Ibrahim AS menyampaikan wahyu melalui mimpinya itu kepada Nabi Ismail AS, hal ini dikisahkan di dalam Al-Quran:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersamasama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” (QS Ash-Shafaat : 102)

Dengan keteguhan hati Nabi Ismail AS kemudian menjawab: “Wahai bapakku kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar,”  (QS. Ash-Shaffaat : 102)

Terbuktilah kebesaran Allah SWT, ketika hendak ingin menyembelih Nabi Ismail AS menggunakan parang yang sangat tajam, tiba-tiba saja parang tersebut menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya

Datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya,

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, Kami berseru dan memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah meyakini mimpi kamu itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar merupakan ujian yang nyata. Dan Kami tebus putra itu dengan seekor (kambing) sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Kesejateraan dilimpahkan atas Ibrahim”.

(Q.S. ash-Shaffāt : 103-109)


Kurban pada Zaman Nabi Muhammad SAW

Dari kisah para Nabi sebelumnya hingga pada zaman Nabi MuhammadSAW, syariat kurban kemudian berkembang hingga sampai saat ini dan akan sampai  akhir zaman nanti.

Perintah kepada Nabi Muhammad SAW, agar melakukan kurban bahkan diabadikan di dalam Alquran. Allah SWT berfirman:


فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ


Artinya:

“Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.”

(QS Al Kautsar: 3)


Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berkurban dengan dua ekor kambing yang putih warnanya serta besar tanduknya. Nabi Muhammad SAW melakukan kurban pada saat melaksanakan Haji Wada di Mina.


Demikianlah artikel yang berjudul "Sejarah Qurban" yang dapat berbagaireviews.com sampaikan. Apabila ada kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan artikel ini, silahkan tinggalkan komentar yang sifatnya menambah dari kekurangan ataupun memperbaikin dari kesalahan. Terima ksih sudah datang di berbagaireviews.com,semoga bermanfaat.

28 Agustus 2020

Pengertian Puasa Asyura Beserta Hukum, Hadist, Tata Cara, Niat Dan Keutamaan Puasa Asyura.

Pengertian Puasa Asyura Beserta Hukum, Hadist, Tata Cara, Niat Dan Keutamaan Puasa Asyura.


keutamaan puasa asyura


Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan yang mulia dalam kalender Hijriyah selain Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Rajab. Di bulan-bulan tersebut, manusia dilarang menzalimi diri sendiri dan melakukan perbuatan dosa.

"Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah).


Pengertian Puasa Asyura

Puasa asyura (dibaca puasa asyuro) adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 10 Muharram. Hukumnya sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan. Puasa Asyura ialah puasa yang dijalankan pada bulan Muharram yang jatuh pada tanggal 10.


Hukum dan Hadist  Puasa Asyura.

Hukum puasa asyura adalah sunah, tetapi puasa ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya:

Rasulullah senantiasa mengutamakan puasa ini, bahkan perhatian beliau lebih besar dibandingkan puasa-puasa sunnah lainnya. Ketika para sahabat melaporkan bahwa orang-orang Yahudi juga puasa pada tanggal 10 Muharram, Rasulullah kemudian menambahnya dengan puasa satu hari sebelumnya. Yakni tanggal 9 Muharram yang dikenal dengan nama puasa tasu’a.


حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ


Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan orang agar berpuasa padanya, mereka berkata, “Ya Rasulullah, ia adalah suatu hari yang dibesarkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika datang tahun depan, insya Allah kita berpuasa juga pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata, “Maka belum lagi datang tahun berikutnya itu, Rasulullah SAW pun wafat.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).


Puasa Asyura jatuh pada tanggal berapa.

Waktu puasa Asyura adalah tanggal 10 Muharram. Pada tahun 1442 hijriyah ini, 10 Muharram jatuh pada tanggal 29 Agustus 2020 masehi, yaitu hari Sabtu. Sedangkan puasa tasu’a dikerjakan pada tanggal 9 Muharram. Untuk tahun 1442 hijriyah ini, ia jatuh pada hari Jum’at tanggal 28 Agustus 2020.


Tata Cara Puasa Asyura

Tata cara puasa Asyura sama dengan tata cara puasa pada umumnya. Yaitu sebagai berikut:

1. Niat.

Di dalam hadits, tidak dijumpai bagaimana lafadz niat puasa asyura. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengerjakan amal dengan niat tanpa dilafadzkan. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah syarat, namun ia disunnahkan oleh jumhur ulama selain mazhab Maliki dengan maksud membantu hati dalam menghadirkan niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafadzkan niat karena tidak bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Lafadz niat puasa Asyura adalah sebagai berikut:

  نَوَيْتُ صَوْمَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاء سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

(Nawaitu shouma fii yaumi aasyuuroo’ sunnatan lillaahi ta’aalaa)

Artinya: saya niat puasa Asyura, sunnah karena Allah Ta’ala

Niat puasa asyura sebaiknya dilakukan di malam hari, sebelum terbitnya fajar. Namun karena ini adalah puasa sunnah, jika terlupa, boleh niat di pagi hari asalkan belum makan apa-apa dan tidak melakukan hal apapun yang membatalkan puasa. Hal ini berdasarkan hadits bahwa Rasulullah pernah puasa sunnah dengan niat di waktu pagi seperti pada hadits berikut ini:


عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ. فَقُلْنَا لاَ. قَالَ فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ. ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا . فَأَكَلَ

Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau bertanya, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun bersabda, “Kalau begitu saya puasa.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays (jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau menyantap makanan tersebut. (HR. Muslim).

2. Makan Sahur.

Makan sahur merupakan salah satu sunnah puasa yang jika dilakukan akan mendapat pahala dan keberkahan. Namun jika tidak dikerjakan, misalnya karena bangunnya terlambat, puasanya tetap sah. Karena ia adalah sunnah, bukan wajib.

3. Menahan diri dari yang membatalkan.

Yaitu menahan diri dari makan, minum, berhubungan dengan istri dan segala hal yang membatalkan puasa. Dimulai sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

4. Buka puasa.

Yaitu berbuka sebagaimana puasa pada umumnya baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Buka puasa ini waktunya ketika matahari terbenam, yakni saat masuknya waktu sholat Maghrib. Menyegerakan puasa merupakan salah satu sunnah puasa.


Keutamaan Puasa Asyura.

Puasa asyura memiliki keutamaan yang luar biasa. Berikut ini tiga keutamaan puasa asyura berdasarkan hadits-hadits shahih. Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Puasa Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.

1. Puasa paling utama

Puasa asyura merupakan puasa sunnah pada bulan Muharram. Sedangkan puasa di bulan Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa bulan) Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam” (HR. Muslim).


سُئِلَ أَىُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَأَىُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Shalat manakah yang lebih utama setelah shalat fardhu dan puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Beliau bersabda, “Shalat yang paling uatama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malam dan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (yakni) Muharram.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

2. Sangat diutamakan Nabi

Puasa asyura merupakan puasa yang diistimewakan Rasulullah dan sangat diutamakan beliau. Ibnu Abbas menerangkan, tidak ada puasa sunnah yang lebih diutamakan Rasulullah melebihi puasa asyura.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ ، إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ . يَعْنِى شَهْرَ رَمَضَانَ

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata, saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperhatikan puasa satu hari yang diutamakannya atas yang lainnya selain hari ini, hari asyura dan bulan Ramadhan. (HR. Bukhari).

3. Menghapus dosa setahun sebelumnya

Inilah keutamaan puasa asyura yang paling populer. Puasa asyura dapat menghapus dosa setahun sebelumnya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ


Rasulullah ditanya tentang puasa asyura, beliau menjawab, “dapat menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim)

Dengan tiga keutamaan yang luar biasa ini, sudah sepatutnya kaum muslimin lebih termotivasi untuk melaksanakannya. Dan semoga mendapat seluruh keutamaannya terutama ampunan atas dosa setahun sebelumnya.


Manfaat Puasa Asyura
  • Dapat menghilangkan racun di dalam tubuh
  • Menyehatkan sistem pencernaan
  • Puasa Asyura setara dengan puasa satu tahun
  • Tubuh akan merasa dekat dengan Allah SWT


Tingkatan Puasa Asyura

Sayyid Sabiq menerangkan bahwa puasa asyura memiliki tiga tingkatan. “Pertama, berpuasa selama tiga hari, yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas,” tulis Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah. “Kedua, berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh. Ketiga, berpuasa pada hari kesepuluh saja. Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, jika seseorang berpuasa Asyura tanpa Tasu’a, disunnahkan baginya –menurut mazhab Syafi’i- berpuasa pula pada tanggal 11 Muharram. Bahkan Imam Syafi’i sendiri dalam kitab Al Umm dan Al Imlaa’ menyatakan kesunnahan berpuasa pada tiga hari tersebut sekaligus.


Demikianlah artikel yang menjelaskan tentang "Puasa Asyura Beserta Hukum, Hadist, Tata Cara, Niat Dan Keutamaan Puasa Asyura". Semoga melalui tulisan ini memberikan pemahaman kepada pembaca yang sedang mempelarinya. Mohon maaf jika ada kesalahan dan silahkan tinggal tanggapan maupun kritikan yang sifatnya memperbaiki untuk yang akan datang. Terima kasih dan semoga bermanfaat.

29 Juli 2020

Hikmah Kisah Ketaqwaan Nabi Ibrahim (as) dan Nabi Ismail (as) Dan Berkurban Ternak Dalam Menyambut Hari Raya Idul Adha.

Hikmah Kisah Ketaqwaan Nabi Ibrahim (as) dan Nabi Ismail (as) Dan Berkurban Ternak Dalam Menyambut Hari Raya Idul Adha.

hikmah kisah nabi ibrahim dan nabi ismail


Umat di seluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Adha. Idul Adha juga dinamakan Idul Qurban, karena pada hari raya tersebut umat Islam dianjurkan menyembelih hewan qurban. Bahwa bila umat Islam meyakini, bahwa pilar dan inti dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sementara Hari Arafah itu sendiri adalah hari ketika jemaah haji di tanah suci sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana sabda Nabi.

Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam - zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.

Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban. 


Hikmah Kisah Ketaqwaan Nabi Ibrahim (as) dan Nabi Ismail (as).

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat umat manusia itu membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail diatas, bagi kita harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran paling tidak pada tiga hal;

Meningkatkan ketaqwaan. 

Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan seorang hamba pada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Nya. Koridor agama (Islam) mengemas kehidupan secara harmoni seperti halnya kehidupan dunia-akherat. Bahwa meraih kehidupan baik (hasanah) di akhierat kelak perlu melalui kehidupan di dunia yang merupakan ladang untuk memperbanyak kebajikan dan memohon ridho Nya agar tercapai kehidupan dunia dan akherat yang hasanah. Sehingga kehidupan di dunia tidak terpisah dari upaya meraih kehidupan hasanah di akherat nanti. Tingkat ketakwaan seseorang dengan demikian dapat diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya. 

Contoh seorang wakil rakyat yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi tentu tidak akan memanfaatkan wewenang yang dimiliki untuk memperkaya dirinya sendiri bahkan orang seperti ini akan merasa malu jika kehiudpannya lebih mewah dari pada rakyat yang diwakilinya. Kesiapsediaan Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah menandakan tingginya tingkat ketakwaan Nabi Ibrahim, sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis sesaat yang sesat. Lalu dengan kuasa Allah ternyata yang disembelih bukan Ismail melainkan domba. Peristiwa ini pun mencerminkan Islam sangat menghargai nyawa dan kehidupan manusia, Islam menjunjung tinggi peradaban manusia.

Meningkatkan kesabaran

Bagi orang yang beriman kepada Allah, dapat mengambil pelajaran dari keluarga nabi Ibrahim As, yaitu: kesabaran nabi Ibrahim dan putranya Ismail As ketika keduanya menjalankan perintah Allah. Nabi Ibrahim juga mengutamakan ketaatan kepada Allah dan mencintai-Nya dari mencintai dirinya dan anaknya.

Pelaksanaan kurban

Qurban sebagai ungkapan syukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita. Melaksanakan qurban juga sebagai realisasi ketakwaan seseorang kepada Allah. Keempat, dengan berqurban kita dapat membangun kesadaran tentang kepedulian terhadap sesama, terutama terhadap orang miskin. Allah SWT berfirman:

“Beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur (QS al-Hajj: 36).

Ibadah-ibadah umat Islam yang diperintahkan Tuhan senantiasa mengandung dua aspek tak terpisahkan yakni kaitannya dengan hubungan kepada Allah (hablumminnalah) dan hubungan dengan sesama manusia atau hablumminannas. Ajaran Islam sangat memerhatikan solidaritas sosial dan mengejawantahkan sikap kepekaan sosialnya melalui media ritual tersebut. Saat kita berpuasa tentu merasakan bagaimana susahnya hidup seorang dhua’afa yang memenuhi kebutuhan poangannya sehari-hari saja sulit. Lalu dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada kaum tak berpunya itu merupakan salah satu bentuk kepedualian sosial seoarng muslim kepada sesamanya yang tidak mampu. 

Kehidupan saling tolong menolong dan gotong royong dalam kebaikan merupakan ciri khas ajaran Islam. Hikmah yang dapat dipetik dalam konteks ini adalah seorang Muslim diingatkan untuk siap sedia berkurban demi kebahagiaan orang lain khususnya mereka yang kurang beruntung, waspada atas godaan dunia agar tidak terjerembab perilaku tidak terpuji seperti keserakahan, mementingkan diri sendiri, dan kelalaian dalam beribadah kepada sang Pencipta.

Peningkatan kualitas diri. 

Hikmah ketiga dari ritual keagaamaan ini adalah memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkani orang lain (altruism) dan senantiasa sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang. 

Dalam Al Quran disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung (QS Al-Qalam: 4). Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting merupakan “buah” dari pohon Islam berakarkan akidah dan berdaun syari”ah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Sebaliknya, akhlak tercela dipastikan berasal dari orang yang bermasalah dalam keimanan merupakan manisfestasi dari sifat-sifat syetan dan iblis.



Demikianlah artikel yang menjelaskan tentang "Hikmah Kisah Ketaqwaan Nabi Ibrahim (as) dan Nabi Ismail (as) Dan Berkurban Ternak Dalam Menyambut Hari Raya Idul Adha". Semoga melalui tulisan ini memberikan pemahaman kepada pembaca yang sedang mempelarinya. Mohon maaf jika ada kesalahan dan silahkan tinggal tanggapan maupun kritikan yang sifatnya memperbaiki untuk yang akan datang. Terima kasih dan semoga bermanfaat.



19 Mei 2020

Khulafaur Rasyidin, Kekhalifahan Yang Berdiri Setelah Wafat Nabi Muhammad SAW.

Khulafaur Rasyidin, Kekhalifahan Yang Berdiri Setelah Wafat Nabi Muhammad SAW.

Kekhalifahan setelah wafat Nabi Muhammad SAW


Khulafur Rasyidin merupakan khalifah (pemimpin) yang dijabat oleh keempat sahabat Rasulullah yang tercatat paling dekat dengan nabi dan paling semangat dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan hasil dari musyawarah dan kesepakatan bersama seluruh muslimin pada saat itu.


Pengertian Khulafaur Rasyidin

Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa yang artinya adalah pengganti, sedangkan Ar-rasyidin mempunyai arti mendapat petunjuk. Jadi menurut bahasa arti dari Khulafaur Rasyidin adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti yang selalu mendapat petunjuk dari Allah. Sedangkan secara istilah adalah pemimpin umat islam dan kepala negara yang selalu mendapat petunjuk dari Allah untuk meneruskan perjuangan dakwah Rasulullah.

Kekhalifahan Rasyidin (bahasa Arab: الخلافة الراشدية‎ al-khilafat ar-Rāsyidīyah) adalah kekhalifahan yang berdiri setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M, atau tahun 11 H. Kekhalifahan ini terdiri atas empat khalifah pertama dalam sejarah Islam, yang disebut sebagai Khulafaur Rasyidin. Pada puncak kejayaannya, Kekhalifahan Rasyidin membentang dari Jazirah Arab, sampai ke Levant, Kaukasus dan Afrika Utara di barat, serta sampai ke dataran tinggi Iran dan Asia Tengah di timur. Kekhalifahan Rasyidin merupakan negara terbesar dalam sejarah sampai masa tersebut.

Sedangkan khulafaur – rasyidin menurut istilah merupakan suatu pemimpin umat dan kepala negara yang telah mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Ahzab ayat 40.


مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا


Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Sehingga Khulafaur Rasyidin merupakan para khalifah yang sangat arif bijaksana. Mereka merupakan keempat sahabat Nabi SAW yang terpilih menjadi pemimpin kaum muslimin setelah Nabi Muhammad SAW wafat.


Kriteria yang dimiliki Khulafaur-rasyidin

Ada beberapa kriteria yang dimiliki oleh khulafaur-rasyidin, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Arif dan bijaksana
  • Berwibawa dan disiplin
  • Berilmu agama yang luas dan mendalam
  • Berani bertindak dan berkemauan yang keras.


Khulafaur Rasyidin

Nabi Muhammad tidak mengajarkan secara langsung bagaimana memilih pemimpin setelah dia meninggal. Secara tidak langsung, Islam memberikan kebebasan untuk membuat model pemilihan khalifah. Kepemimpinan keempat Khulafaur Rasyidin pun berbeda - beda sesuai dengan karakter pribadi dan situasi masyarakatnya.


1. Abu Bakar Ash-shidiq.

Abu Bakar adalah khalifah yang pertama kali setelah wafat nya Rasulullah saw. Sebelum nya Abu Bakar merupakan salah satu petinggi di Makkah dari Suku Quraisy. Lahir dengan nama Abdus Syams. Baru setelah masuk islam nama Abdu Syams diganti oleh Rasulullah dengan nama “Abu Bakar” dan diberi gelar “Ash-Shidiq” yang artinya terpercaya.

Abu Bakar merupakan salah satu sahabat nabi yang paling dekat dengan Rasulullah. Ia pernah ditunjuk Rasulullah untuk menemani nya pergi ke Yatsrib (Madinah). Ketika Nabi Muhammad sakit keras ia juga yang ditunjuk untuk menggantikannya menjadi imam sholat. Menurut sebagian ulama hal tersebut merupakan isyarat dari Rasulullah mengenai siapa penggantinya kelak jika sudah meninggal.

Dalam masa jabatannya sebagai khalifah Abu Bakar Ash-Sidiq menjabat dari tahun 632 hingga 661 Masehi. Dan dalam masa penjabatannya Abu Bakar fokus untuk memadamkan pemberontakan suku-suku Arab yang menolak tunduk pada kekhalifahannya

Masa Kekhalifahan Abu Bakar Ash-shidiq

Abu Bakar menjadi khalifah selama kurang lebih 2 tahun (632-634 M). Walaupun hanya memimpin selama 2 tahun, banyak kemajuan pesat yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, yaitu memperluas kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium.

Pada masa awal pemerintahan banyak tantangan yang harus dihadapi, salah satunya ketika suku-suku bangsa Arab tidak mau lagi patuh dengan kebijakan pemerintahan Madinah sepeninggal Rasulullah saw. Karena mereka beranggapan, perjanjian yang dibuat bersama Rasulullah dengan sendirinya batal setelah wafatnya rasul.

Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dianggap bisa membahayakan pemerintahan dan agama islam, maka Khalifah Abu Bakar menyerukan perang melawan kemurtadan. Terjadilah perang Riddah dengan Khalid bin Walid sebagai panglimanya. Dalam perang ini Khalid bin Walid merupakan panglima yang banyak berjasa. Baru setelah urusan dalam negeri selesai Khalid ditugas kan menuju ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-hijrah pada tahun 634 M. Khalifah Abu Bakar wafat pada tahun 634 M di usianya yang memasuki 61 tahun karena sakit yang dialaminya.


2. Umar Bin Khattab

Umar lahir di Makkah dari bani Ady, keluarga Umar termasuk keluarga kelas menengah. Ia bisa membaca dan menulis yang pada saat itu hanya beberapa orang saja yang bisa membaca dan menulis. Umar mempunyai watak yang keras dan pemberani. Karena sifat nya itulah ia dijuluki dengan nama “Singa Padang Pasir”. Ia juga amat keras dalam membela agama tradisional yang dianut kebanyakan orang di sukunya. Pada zaman jahiliyah, ia pernah mengubur putri nya demi menjaga kehormatannya. Ia juga sangat membenci ajaran yang dibawa Rasulullah pada saat itu

Pada suatu saat ia berniat untuk membunuh Nabi Muhammad saw, namun di tengah jalan ia bertemu dengan Nua’im bin Abdullah yang memberitahukan bahwa adik nya telah masuk agama yang dibawa oleh Rasulullah. Mendengar pernyataan tersebut Umar mengurungkan niatnya untuk membunuh Rasulullah dan memutuskan untuk kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah ia mendapati adik nya sedang membaca alquran, melihat itu kemarahan Umar sudah tidak dapat dibendung lagi dan memukul adik perempuannya. Melihat kucuran darah menetes dari wajah nya Umar merasa iba dengan adiknya. Ia kemudian menjadi tertarik untuk mempelajari alquran dan kemudian langsung memeluk agama islam pada hari itu juga dengan dibantu oleh adiknya.

Setelah Abu Bakar wafat, posisi kekhalifahan digantikan oleh sayyidina Umar bin Khattab. Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai khalifah berdasarkan pesan terakhir Abu Bakar sebelum wafat. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajal nya sudah dekat, Abu Bakar mengajak para sahabatnya untuk mendiskusikan perihal siapa penggantinya kelak jika sudah meninggal. Disepakatilah bahwa Umar bin Khattab yang akan menggantikan posisi kekhalifahan dengan maksud agar tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di kalangan kaum muslimin. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima yang secara beramai-ramai membaiat Umar.

Masa Kekhalifahan Umar Bin Khatab.

Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi : ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, dengan demikian seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.

Dengan memakai Syria sebagai pusat pemerintahan, perluasan diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr bin ‘Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.

Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.

Karena perluasan daerah yang begitu cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.

Beberapa departemen mulai dibentuk yang sekiranya penting untuk didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, mulai dibentuk lembaga kepolisian. Demikian pula jabatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Baitul Mal, membuat mata uang, dan membuat tahun hijiah. Selama menjabat sebagai khalifah, Umar dikenal dari gaya hidup nya yang jauh dari bergelimpangan harta layaknya pejabat-pejabat saat ini. Kehidupannya yang sederhana membuat Umar semakin dicintai oleh rakyatnya.

Umar menjadi Khalifah selama kurun waktu 10 tahun (634-644 M), masa jabatannya diakhiri dengan kematiannya. Ia meninggal karena dibunuh oleh seorang budak majusi dari Persia yang bernama Abu Lu’lu’ah. Umar ditusuk dengan sebuah belati ketika sedang melaksanakan shalat shubuh.


3. Utsman Bin Affan

Untuk menentukan penggantinya kelak Umar tidak menempuh dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar dulu. Ia menunjuk 6 orang sahabat, yaitu Ali, Thalhah, Zubair, Utsman, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk kemudian di musyawarahkan siapa yang akan menggantikannya nanti. Dari hasil musyawarah yang panjang terpilihlah sayyidina Utsman bin Affan untuk maju menjadi khalifah.

Nama panggilannya adalah Abu Abdullah, tampan wajahnya, lembut kulitnya, dan lebat jenggotnya. Sosok sahabat mulia ini sangat pemalu hingga malaikat pun malu kepadanya. Demikian Rasulullah menyanjung:

“Tidakkah sepatutnya aku malu kepada seorang (yakni Utsman) yang para malaikat malu kepadanya?”

Mudah menangis kala mengingat akhirat. Jiwanya khusyu’ dan penuh tawadhu’ di hadapan Allah Rabbul ‘alamin.

Beliau adalah menantu Rasulullah yang sangat dikasihi. Memperoleh kemuliaan dengan menikahi dua putri Nabi, Ruqayyah kemudian Ummu Kultsum hingga mendapat julukan Dzunurain (pemilik dua cahaya). Bahkan Rasulullah bersabda: “Seandainya aku masih memiliki putri yang lain sungguh akan kunikahkan dia dengan Utsman.”

Utsman juga terkenal dengan pintar berdagang dan memiliki harta yang melimpah. Namun, dengan kekayaannya itu tidak membuat Utsman menjadi pribadi yang sombong. Ia sering mensedekahkan hartanya kepada yang membutuhkan. terutama saat terjadi peperangan, Utsman termasuk salah satu sahabat yang paling depan dalam menyumbangkan hartanya.

Salah satu peninggalan Utsman yang masih ada sampai saat ini adalah sumur Ar-rumah. Sumber air Madinah yang beliau beli dengan harga sangat mahal sebagai wakaf untuk muslimin di saat mereka kehausan dan membutuhkan tetes - tetes air. Rasulullah menawarkan jannah bagi siapa yang membelinya. Utsman pun bersegera meraih janji itu. Demi Allah! Beliau telah meraih jannah yang dijanjikan.

Masa Kekhalifahan Utsman 

Pada masa kekhalifahan Utsman wilayah Armenia, Rhodes, Tunisia, Cyprus, Tabaaristan, dan wilayah yang tersisa dari Persia berhasil diambil alih. Dengan adanya perluasan wilayah maka banyak dari sahabat yang mendatangi wilayah tersebut guna mengajarkan ilmu agama islam.

Dengan adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat membuat ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga mahkamah peradilan. Ini merupakan sebuah terobosan yang baru karena sebelum nya peradilan dilakukan di dalam masjid. Selain itu Utsman juga menerapkan penyeragaman bacaan alquran dan merenovasi Masjidil Haram serta Masjid Nabawi agar bisa memuat lebih banyak orang.

Penyeragaman bacaan alquran dilakukan karena pada masa Rasulullah saw, beliau memberikan kelonggaran kepada kabila-kabilah Arab untuk membaca quran sesuai dengan dialek masing-masing daerah. Seiring bertambahnya wilayah kekuasaan islam, dan makin banyak orang yang memeluk agama islam, pembacaan pun menjadi semakin beragam.

Maka dibentuklah sebuah pantia kecil yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf yang kemudian disimpan oleh Hafshah dan menyeragamkan bacaan. Pemerintahan Utsman berlangsung selama kurun waktu 12 tahun, di akhir masa jabatannya muncul perasaan ketidakpuasan dari sebagian kaum muslimin. Hal ini disebabkan oleh hasutan fitnah yang disampaikan oleh Abdullah bin Saba, salah seorang Yahudi yang berpura-pura masuk islam

Salah satu faktor yang membuat kebanyakan rakyat berburuk sangka adalah kebijaksanaannya mengangkat anggota keluarganya kedalam jabatan yang tinggi. Abdullah bin Saba gemar berpindah-pindah tempat untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru saja memeluk agama islam.

Akhirnya pada tahun 35 H, tepatnya di hari Jumat dimana waktu itu sedang berlangsung ibadah haji rumah Utsman dikepung oleh segerombolan pemberontak. Dalam suasana pengepungan dan kekacauan, masuklah seseorang hendak membunuh khalifah. Orang ini datang dan menarik jenggot Utsman. Utsman dengan tenang berkata

“Jangan sentuh jenggotku karena sesungguhnya ayahmu dulu menghormati jenggot ini.”

Kemudian pemberontak itu melepaskannya karena dia ingat bahwa bukan hanya ayahnya yang menghormati, tapi juga Rasulullah saw dan setiap orang menghormati Utsman. Utsman pun berkata mengingatkan: “Wahai fulan, di antara aku dan dirimu ada Kitabullah!” Diapun pergi meninggalkan Utsman, hingga datang orang lain dari bani Sadus. Dan ketika Utsman R.A. melihat nya datang, dia segera mengencangkan tali pengikat celananya, karena dia tidak ingin auratnya terlihat di saat-saat terakhirnya.

Dengan penuh keberingasan, dia cekik leher khalifah yang telah rapuh hingga sesak dada beliau dan terengah-engah nafas beliau, lalu dia tebaskan pedang ke arah Utsman bin ‘Affan. Amirul Mukminin menlindungi diri dari pedang dengan tangannya yang mulia, hingga terputus bercucuran darah. Saat itu Utsman berkata:

“Demi Allah, tangan (yang kau potong ini) adalah tangan pertama yang mencatat surat-surat mufashshal.”

Beliau adalah pencatat wahyu Allah dari lisan Rasulullah. Namun ucapan Utsman yang sesungguhnya nasihat bagi orang yang memiliki hati tidak lagi dihiraukan. Darah mengalir di atas mushaf. Kemudian istrinya, Na’ilah berlari untuk melindungi Utsman. Bukan hanya itu, jari jemari Na’ilah bintu Furafishah terpotong saat melindungi suaminya dari tebasan pedang kaum bughat. Subhanallah, cermin kesetiaan istri shalihah menghiasi tragedi berdarah di negeri Rasulullah. Kemudian mereka menghujam dalam perut Ustman dengan pedang, lalu salah satu pemberontak menerjang dada Ustman dan menusuknya 6 kali. Dengan demikian wafatlah Ustman R.A. pada umur 83 tahun.

Adapun jasa-jasa yang telah dilakukan oleh Utsman bin Affan selama menjadi khalifah diantaranya adalah
  • Menyalin dan membukukan Al-Qur’an menjadi beberapa naskah.
  • Menetapkan pelafalan bacaan Al-Qur’an menjadi sama dan serentak (tidak memiliki perbedaan), karena karya yang dibuat oleh Beliau sangat bermanfaat bagi umat Islam, maka mushaf tersebut dinamakan dengan “Mushaf Usmani” sebagai penghargaan atas jasa Beliau.
  • Membentuk angkatan laut.
  • Merenovasi masjid Nabawi .
  • Memperluas wilayah Islam, dan masih banyak lagi lainnya.

4. Ali Bin Abi Thalib

Ali dilahirkan di kota Makkah, di daerah Hejaz jazirah Arab sekitar 10 tahun sebelum kenabian Muhammad saw. Sebelum datang nya islam keluarga Ali termasuk keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat.

Ali RA mengikuti Rasulullah sejak umur 6 tahun, ia juga termasuk salah satu golongan yang pertama kali mengakui kenabian Muhammad saw. Ia dikenal dengan sosok yang gagah berani dan sederhana. Hal ini dibuktikan dengan keberanian Ali menggantikan posisi Rasulullah ketika hijrah.

Ali bin Abi Thalib selalu mengikuti peperangan Rasulullah, kecuali satu, yaitu perang Tabuk. Rasulullah menyuruh Ali untuk menetap di Makkah karena tau ada upaya busuk dari kaum munafik untuk berbuat onar selama Rasululah keluar memimpin perang Tabuk.

Setelah Rasul wafat, Ali lebih suka menyendiri, memperdalam ilmunya, mengajarkan kepada murid-muridnya. Pada masa inilah Ali mengasah diri untuk menjadi seorang pemikir. Keperkasaan dan keberaniannya berubah menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah “Jika aku ini adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya”

Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah yang baru menggantikan Utsman.

Masa Kekhalifan Ali Bin Abi Thalib

Selama masa pemerintahannya, ia menghadapai berbagai macam gejolak. Bisa dikatakan pada saat itu suasana yang ada tidak pernah stabil. Setelah ia menjabat sebagai khalifah, hal yang pertama ia lakukan adalah mencopot semua gubernur yang dulu diangkat oleh Utsman. Karena ia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.

Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana dulu pernah diterapkan pada masa kekhalifahan Umar.

Tidak lama setelah itu Ali menghadapi pemberontakan dari Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka adalah karena Ali tidak mau menghukum pelaku pembunuhan Utsman. Ali mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair untuk menyelesaikannya secara damai, namun keduan nya menolak melewati jalur damai. Ali sebenarnya tidak mau terjadi peperangan antar saudara. Namun karen suasana yang semakin bergejolak maka terjadilah perang Jamal, perang antara Ali melawan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Kemenangan berada dipihak Ali dengan Zubair dan Thalhah terbunuh, dan Aisyah ditawan dan dipulangkan kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, serta Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin.

Perang ini diakhiri dengan mengambil jalan diskusi, ternyata malah tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.


Khalifahan 

Khalifah merupakan jabatan yang dipangku para sahabat setelah nabi wafat. Pengertian penerus nabi pun tidak siapa yang akan menggantikan sebagai nabi melainkan menggantikan sebagai pemimpin umat. Nabi Muhamad saw tidak meninggallkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikannya sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Hal ini membuktikan bahwa Nabi berjiwa demokratis,tidak otoriter.

Al-Bazzar dalam Musnadnyah berkata,”Abdullah bin Wadhdhah Al-Kufi berkata kepada kami,Yahya bin Al-Yamani berkata kepada kami,Israel berkata kepada kami dari Abi Al-Yaqzhan dari Abi Wail dari Hudzaifah berkata ,”Para sahabat bertannya,”Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menunjuk pengganti yang memimpin kami sepeninggalanmu nanti?”Rasulullah berkata,

“Sesungguhnnya jika aku menunjuk penggantiku,aku khawatir kalian akan menentang penggantiku itu dan Allah akan menurunkan azab atas kalian.”(HR.Al.-Hakim dalam Al-Mustadrak,tetapi Abu Al-Yaqzhan haditsnya lemah).

Mengenai jumlah khalifah yang termasuk Khulafa Al-Rasyidin, para ulama berbeda dalam menafsirkannya sesuai dengan ijtihadnya. Ibn al- Musayyab berpendapat bahwa khalifah yang rasyidun itu hanya tiga:Abu  Bakar al-Shiddiq ,Umar Ibn al-Khattab dan Umar Ibn Al-Aziz. Jalludin al-Suyuti dan ulama pada umumnya berpendapat bahwa khalifah yang rasyidun itu empat: Abu Bakar al- Siddiq, Umar Ibn al- Khattab, Ustman Ibn Affan, dan Ali Ibn Abi Thalib. Sementara itu, Sufyan al- Tsauri dan Mu’tazilah berpendapat bahwa khalifah yang rasydun itu ada lima: Abu Bakar al- Siddiq, Umar Ibn al-Khatab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan Umar Ibn Abd al-Aziz.

Demikianlah artikel yang menjelaskan tentang "Khulafaur Rasyidin". Semoga melalui tulisan ini memberikan pemahaman kepada pembaca yang sedang mempelarinya. Mohon maaf jika ada kesalahan dan silahkan tinggal tanggapan maupun kritikan yang sifatnya memperbaiki untuk yang akan datang. Terima kasih dan semoga bermanfaat.