Kebudayaan Dongson dan Perkembangan Kebudayaan Dongson, Đông Sơn Culture. | Berbagai Reviews

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

25 Februari 2017

Kebudayaan Dongson dan Perkembangan Kebudayaan Dongson, Đông Sơn Culture.

| 25 Februari 2017
Masuknya kebudayaan asing merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Kebudayaan tersebut yaitu Kebudayaan Dongson. kebudayaan Dong Son merupakan salah satu kebudayaan yang berkembang di masa pra sejarah. Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM.

berbagaireviews.com

Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju Nusantara yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu.

Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam, yang berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 Sebelum Masehi. Kebudayaan ini sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh hoa.

Masyarakat Dongson adalah masyarakat petani dan peternak yang handal. Mereka terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka agaknya menetap di pematang-pematang pesisir, terlindung dari bahaya banjir, dalam rumah-rumah panggung besar dengan atap yang melengkung lebar dan menjulur menaungi emperannya. Selain bertani, masyarakat Dongson juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, bukan nelayan tetapi juga pelaut yang melayari seluruh Laut China dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang.

Asal mula kebudayaan Dongson.

berbagaireviews.com

Asal mula kebudayaan ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia . Asal usulnya sendiri telah dicar adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang orang barbar yang muncul di barat daya China sekitar abad ke-8 SM. Namun pendapat ini sama halnya dengan pendapat yang mengaitkan Dongsaon dengan kebudayaan Halstatt yang ternyata masih diragukan kebenarannya.

Asumsi yang digunakan adalah bahwa benda-benda perunggu di Yunnan dengan benda-benda yang ditemukan di Dongson. Meski harus dibuktikan apakah benda-benda tersebut dibuat oleh kelompok-kelompok dari Barat sehingga dari periode pembuatannya, dapat menentukan apakah benda tersebut adalah model untuk Dongson atau hanyalah tiruan-tiruannya. Jika dugaan ini benar maka dapat menjelaskan penyebaran kebudayaan Dongson sampai ke Dataran Tinggi Burma.

Pengaruh China yang berkembang pesat juga ikut memengaruhi Kebudayaan Dongson terlebih lebih adanya ekspansi penjajahan China yang mulai turun ke perbatasan-perbatasan Tonkin. Hal ini dilihat dari motif-motif hiasan Dongson memberikan model benda-benda perunggu China pada masa kerajaan-kerajaan Pendekar. Itulah sumber utama seni Dongson yang berkembang sampai penjajahan Dinasti Han yang merebut Tonkin pada tahun 111 SM. Meski demikian , kebudayaan Dongson kemudian memengaruhi kebudayaan Indochina selatan terutama kesenian Cham.

Ada pula yang berpendapat bahwa kebudayaan ini mendapat pengaruh Hellenisme melalui model-model yang datang dari arah selatan dan Fu-nan yang merupakan kerajaan besar Indochina pertama yang mendapat pengaruh India. Namun pendapat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kesenian Kebudayaan Dongson. 

berbagaireviews.com

Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal tersebut nampak dari artefak-artefak kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual yang sangat rumit sekali. Perunggu adalah bahan pilihan. Benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau hampir semuanya diberi hiasan. Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang bersinggungan.
Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson.

Agama dan kepercayaan Dongson.

Dari motif-motif yang dijumpai pada nekara yang sering disebut-sebut sebagai nekara hujan, ditampilkan dukun-dukun atau syaman-syaman yang kadang-kadang menyamar sebagai binatang bertanduk, menunjukkan pengaruh China atau lebih jauhnya pengaruh masyarakat kawasan stepa. Jika bentuk ini disimbolkan sebagai perburuan, maka ada lagi simbol yang menunujukkan kegiatan pertanian yakni matahari dan katak (simbol air). Sebenarnya, nekara ini sendiri dikaitkan dengan siklus pertanian. Dengan mengandalkan pengaruh ghaibnya, nekara ini ditabuh untuk menimbulkan bunyi petir yang berkaitan dengan datangnya hujan.

berbagaireviews.com

Pada nekara-nekara tersebut, yang seringkali disimpan di dalam makam terlihat motif perahu yang dipenuhi orang yang berpakaian dan bertutup kepala dari bulu burung. Hal tersebut boleh jadi menggambarkan arwah orang yang sudah mati yang berlayar menuju surga yang terletak di suatu tempat di kaki langit sebelah timur lautan luas. Pada masyarakat lampau, jiwa sering disamakan dengan burung dan mungkin sejak periode itu hingga sekarang masih dilakukan kaum syaman yang pada masa kebudayaan Dongson merupakan pendeta-pendeta menyamar seperti burung agar dapat terbang ke kerajaan orang-orang mati untuk mendapatkan pengetahuan mengenai masa depan.

Lagipula nekara - nekara tersebut sendiri didapatkan pada awal abad ke-19 masih digunakan untuk upacara ritual keagamaan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pada nekara tesebut digambarkan kehidupan orang-orang Dongson mulai perburuan, pertanian hingga kematian.

Banyaknya perlengkapan pemakaman tersebut menunjukkan ritual yang dilakukan masyarakat Dongson. Antara lain masalah jenazah yang dikelilingi semua benda-benda sehari-hari miliknya agar dapat hidup secara normal di alam baka. Belakangan sebagai upaya penghematan, yang ikut dikuburkan bersama jenazah adalah benda-benda berukuran kecil saja. Kemudia pada masa akhir kebudayaan Dongson, muncul bentuk ritual baru. Sebelumnya makamnya berbentuk peti mati sederhana dari kayu yang dikubur, sementara pada berikutnya yang dinamakan periode Lach-truong, yang mungkin diawali pada abad pertama sebelum Masehi, telah ditemukan makam dari batu bata yang berbentuk terowongan atau lebih tepatnya gua yang terbagi menjadi tiga kamar oleh tembok-tembok lengkung beratap. Semula perlengkapan ini dikait-kaitkan dengan pengaruh Yunani tentang kehidupan alam baka, meski sebenarnya menunjukkan pengaruh China yang terus-terus bertambah besar yang beranggapan bahwa arwah orang mati bersembunyi dalam gua-gua yang terdapat di lereng-lereng gunung suci, tempat bersemayam para arwah yang abadi.

Makam yang berbentuk terowongan itu boleh dikatakan tiruan dari gua alam gaib tersebut. Peletakan peti mati di kamar tengah, kemudian di ruangan bersebelahan ditumpuk sesajen sebagai makanan untuk arwah dan ruangan ketiga disediakan altar yang terdapat lampu-lampu yang dibawa atau dijaga oleh patung-patung terbuat dari perunggu. Secara sekilas terasa pengaruh Hellenisme yang menandai akhir kebudayaan Dongson.

Penyebaran Kebudayaan Dongson.

berbagaireviews.com

Kebudayaan Dongson yang berkembang di situs Dongson, ternyata juga ditemukan karya-karya budaya yang diinspirasikan oleh kebudayaan tersebut di bagian selatan Semenanjung Indochina (Samrong, Battambang di Kamboja) hingga Semenanjung Melayu (Sungai Tembeling di Pahang dan Klang di Selangor) hingga Nusantara (Indonesia). dengan pola hidup nomaden, bermata pencaharian berburu manusia ini menghasilkan budaya paleolithikum kemudian terjadilah migrasi melanesoid dari teluk tonkin.

Peninggalan Kebudayaan Dongson.

Nekara Perunggu.

berbagaireviews.com

Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu berbentuk seperti dandang yang terlungkup atau semacam kerumbung yang berpinggang pada bagian tengah nya dan bagian atasnya tertutup. Di bagian dinding nekar terdapat berrbagai hiasan, seperti garis-garis lurusa dan bengkok, pilin-pilin, bintang, rumah, perahu, dan pemandangan-pemandangan seperti lukisan orang berburu dan orang-orang yang sedang melakukan upacara tari. Nekara perunggu banyak di temukan di Bali, Pulau Sengean dekat Sumba, Pulau Selayar, Sumatra, Roti, Leti, Alor (Nusa Tebggara Timur), dan Kepulauan Kei. Bentuk nekara di Indonesia Timur umumnya lebih besar di bandingkan nekara yang di temukan di Indonesia Barat, seperti Jawa dan Sumatra. Orang Alor menyebut jenis nekara yang lebih kecil ukuran nya dengan nama Moko. Menurut penelitian nekara hanya digunakan pada saat upacara-upacara ritual.

Bejana Perunggu.

berbagaireviews.com

Bejana perunggu berbentuk seperti periuk tetapi Langsing dan Gepeng. Bejana di temukan di Kerinci (Sumatra Barat) dan Madura. Keduanya memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin mirip huruf “j”. Bejana yang di temukan di madura terdapat pula gambar merak dan rusa dalam Kotak Segi Tiga. Tidak diketahui secara pasti fungsi benda ini.

Arca Perunggu.

berbagaireviews.com

Bentuk arca (patung) beraneka ragam, seperti menggambarkan orang sedang menari, naik kuda, dan memegang busur panah. Daerah-daerah tempat penemuan arca seperti di daerah Bangkina (Riau), Lumajang, Bogor dan Palembang.

Kapak Corong.

berbagaireviews.com

Kapak sepatu atau kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu yang bagian atas nya berbentuk corong. Kapak corong di sebut juga kapak sepatu karena bagian bentuk corong nya dipakai untuk tempat tangkai kayu yang bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Kapak corong banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, dan Daerah sekitar Danau Sentani, Papua.

Jenis kapak corong bermacam-macam. Ada yang kecil dan bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada yang panjang suatu sisinya. Kapak corong yang panjang suatu sisinya di sebut candras. Tidak semua kapak tersebut di gunakan sebagai perkakas, tetapi ada juga yang di gunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara.

Perhiasan Perunggu.

berbagaireviews.com

Perhiasan perunggu, antara lain berbentuk gelang, kalung, anting-anting, dan cinin. Pada umumnya , barang-barang perhiasan tersebut tidak diberi hiasan ukiran. Peninggalan ini banyak di temukan, antara lain di Anyer (Banten),Plawangan dekat Rembang (Jawa Tengah) Gilimanuk (Bali),dan Malelo (Sumba).

Perkembangan Kebudayaan Dongson di Indonesia.

Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju Indonesia yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu sekitar 1000 SM sampai 1 SM.

berbagaireviews.com

Penemuan benda-benda dari kebudayaan Dong Son sangat penting karena benda-benda logam yang ditemukan di wilayah Indonesia umumnya bercorak Dong Son, dan bukan mendapat pengaruh budaya logam dari India maupun Cina. Budaya perunggu bergaya Dong Son tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia.

Hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Misalnya nekara, menunjukkan pengaruh yang sangat kuat. Nekara dari tipe Heger 1 memiliki kesamaan dengan nekara yang paling bagus dan tertua di Vietnam. Benda-benda perunggu lainnya yang berhasil ditemukan di daerah Dong Son serta beberapa kuburan seperti daerah Vie Khe, Lang Cha, Lang Var. Satu nekara yang ditemukan yang besar berisi 96 mata bajak perunggu bercorang. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari  besi, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari penemuan benda-benda budaya Dong Son itu, diketahui cara pembuatannya dengan menggunakan teknik cetak lilin hilang yaitu dengan membuat bentuk benda dari lilin, kemudian lilin itu di balut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah liat tersebut.

Budaya Dong Son sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya perunggu di Indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56 nekara yang berhasil ditemukan di beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, Maluku Selatan. Nekara yang penting ditemukan di wilayah Indonesia dari pulau Sangeang dekat Sumbawa yang berisi hiasan gambar orang yang menyerupai pakaian dinasti Han. Hiasan seperti itu diperkirakan belum dikenal oleh penduduk pulau tempat nekara tersebut ditemukan. Heine Goldem meneliti nekara yang ditemukan dan menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah Sangeang diperkirakan diceak di daerah funan yang telah terpengaruh oleh budaya india pada 250 SM. Pengamatan menarik dari Berner Kempres menunjukkan bahwa semua nekara yang ditemukan di Bali memliki 4 patung katak pada bagian pukulnya. Selain itu pola-pola hiasan nekara tersebut tidak begitu terpadu antara gambar satu dengan yang lainnya. Berners kempers memberikan gambaran cara nekara tipe heger I di cetak secara utuh. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menyerupai bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu di hias dengan cap-cap dari tanah liat atau batu yang berpola hias perahu dan iring-iringan manusia. Untuk menambah hiasan yang lebih naturalistik, seperti gambar rumah, lembaran lilin tadi langsung ditambah goresan gambar yang dikehendakinya. Kemudian lembaran lilin yang telah di hias itu ditutup dengan tanah liat yang barfungsi sebagai cetakan bagian luar, setelah terlebih dahulu diberi paku-paku penjaga jarak. Setelah itu di bakar dan lilin meleleh keluar rongga yang di tinggalkan lilin tersebut diisi dengan cairan logam. Selain nekara, di wilayah Indonesia juga ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan rumah tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar