Merenungi Ucapan Istirja', ' Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un ". | Berbagai Reviews

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

24 Februari 2017

Merenungi Ucapan Istirja', ' Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un ".

| 24 Februari 2017
Islam sesungguhnya adalah agama yang benar, agama yang diridhoi Allah SWT, agama yang mana segala aturan dari berbagai hal dijelaskan di dalamnya, baik itu di dalam Al-Quran ataupun Al-Hadits.

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (Q.S. Ash-Shaff : 9)

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (Arab: انا لله وانا اليه راجعون) adalah potongan dari ayat Al-Quran, dari Surah Al-Baqarah, ayat 156. Isi penuh ayat tersebut adalah:

    الذين اذا اصابتهم مصيبة قالوا انا لله وانا اليه راجعون

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali). (Al-Baqarah 2:156)     ”

Bacaan tersebut dikenal dengan sebutan bacaan "istirja" atau "tarji". Istirja' merupakan frase umat Islam apabila seseorang tertimpa musibah dan biasanya diucapkan apabila menerima kabar duka cita seseorang. Umat Islam meyakini bahwa Allah adalah Esa yang memberikan dan Dia jugalah yang mengambil, Dia menguji umat manusia. Oleh karenanya, umat Islam menyerahkan diri kepada Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan atas segala yang mereka terima. Pada masa yang sama, mereka bersabar dan menyebut ungkapan ini saat menerima cobaan atau musibah. Kemudian dalam syariat Islam, jika seorang Muslim ditimpa musibah, kemudia ia bersabar dan mengucapkan kalimat istirja' maka Allah akan memberikan pahala.

Merenungi ucapan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un).

berbagaireviews.com


Di dalam Al-Quran, Allah SWT mengajarkan kepada kita bahwasannya jikalau kita tertimpa kemalangan ataupun suatu musibah yang besar ataupun kecil, dianjurkan bagi kita untuk membaca kalimat istirjaa yaitu pernyataan kembali kepada Allah SWT, kalimat ini berbunyi Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’uun.

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Innalillaahi wa inna ilayhi raaji’uun atau (“Kita ini milik Allah, dan kepadaNya kita kembali”)
“kita ini milik Allah”

Ketika kita mengakui bahwa kita adalah milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa Allah berhak memerintah dan melarang kita; baik kita suka maupun tidak suka.

Maka orang yang mengetahui ucapan ini, seharusnya akan ridha dengan perintah dan laranganNya; tidak mengingkarinya, tidak pula “mencari jalan tengah” yaitu dengan memadukannya dengan hawa nafsunya, agar perintah dan larangan tersebut disesuaikan dengan hawa nafsunya.

Ketika kita mengakui bahwa kita adalah milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa kita harus bersabar dalam meninggalkan apa-apa yang dilarangNya.

Maka setelah kita tahu konsekuensi akan hal ini, maka seseorang akan termotivasi untuk tahu segala apa yang dilarangNya, tentu dengan MENUNTUT ILMU. Ia akan mencari tahu larangan-laranganNya agar ia tidak terjerumus kedalamnya sedangkan ia tidak sadar; dan setelah kita tahu, maka ia akan menghindari dan meninggalkannya; dan tetap bersabar dalam meninggalkannya.

Ketika kita mengakui bahwa kita adalah milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa kita harus besabar dalam mengerjakan apa-apa yang di-wajibkanNya.

Demikian pula sebagaimana hal diatas… Pengucapnya yang mengetahui hal ini, maka akan termotivasi untuk mencari tahu segala kewajiban yang wajib ia tunaikan, tentunya dengan MENUNTUT ILMU. Agar ia dapat tahu kewajiban apa yang harus ia laksanakan, dan agar ia tidak meninggalkan kewajiban tanpa sepengetahuan kita. Setelah ia tahu tentangnya, maka ia mengerjakannya, dan bersabar untuk tetap mengerjakannya.

Ketika kita mengakui bahwa kita adalah milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa diri kita, demikian pula harta kita dan keluarga kita (orang tua, saudara/i, serta istri dan anak) juga adalah milikNya.
Maka pengucapnya harusnya dapat mendatangkan ridha dengan segala ketetapanNya atas diri, harta dan keluarganya.

Ketahuilah… apapun yang ditetapkanNya, adalah kebaikan (dengan segala hikmah dibaliknya); meskipun kita memandangnya “buruk”.

Ketahuilah Allah Maha Tahu, jadi jangan kita merasa lebih tahu daripada Allah. Ketahuilah Allah Maha Bijaksana, jadi jangan kita merasa lebih bijaksana dari Allah.

Dan ketahuilah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu; sedangkan kita tidak memiliki kekuasaan atas apa yang menjadi milikNya, termasuk pula diri kita, kita ini milikNya. Maka hendaknya kita bertawakkal kepadaNya, ridha serta sabar dengan ketetapanNya.

Demikian pula, ketika kita mendapatkan nikmat; ketahuilah bahwa nikmat ini bukan dari usaha kita sendiri, tapi dari pertolongan Allah; dan juga ini semua adalah dariNya; maka ini semua pada hakekatnya adalah milikNya. Maka janganlah kita merasa bahwa ini adalah semata-mata usaha kita, atau merasa harta ini adalah hanyalah milik kita semata (melupakan sang pemilik sebenarnya); sehingga kita lupa untuk menyisihkan sebagian dari kenikmatan yang sudah Dia berikan kepada kita di jalanNya… Kalaupun memang membelanjakannya, maka hendaknya paling tidak kita hanya membelanjakannya dalam hal-hal yang diridhaiNya saja, bukan untuk memaksiatiNya.

“…dan kepadaNya kita kembali”

Maka ketahuilah:
Jika kita tidak mau mengikuti perintah/larangan Allah, atau/dan tidak ridha dengan ketetapanNya; maka ketahuilah kepadaNya-lah kita kembali; Dialah yang akan membalas perbuatan kita tersebut; sudah disediakanNya adzab ketika sakratul mawt, adzab kubur, adzab ketika hari hisab, serta adzab neraka yang amat pedih bagi hambaNya yang menyombongkan diri kepadaNya.

Sebaliknya, jika kita taat kepadaNya, kita berusaha mencari tahu perintah dan laranganNya, kemudian kita taat kepadaNya (dengan menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya), dan tetap bersabar untuk taat kepadaNya hingga wafat; maka Allah menjanjikan untuknya kebaikan-kebaikan; Dia telah menjanjikan kepada kita, kemudahan ketika nyawa kita diambilNya, nikmat kubur, dimudahkan ketika hisab (bahkan kita bisa termasuk orang yang diselamatkan dari hisab dan adzab dihari hisab), dan dimasukkan kedalam surgaNya; sebagai balasan atas orang-orang yang bertaqwa kepadaNya.

Demikian pula, dia telah menyediakan pahala tanpa batas kepada hamba-hambaNya yang sabar atas segala ketetapanNya, dan juga dia telah menjanjikan pahala yang melimpah terhadap hamba-hambaNya yang bersyukur kepadaNya. Sebaliknya, barangsiapa yang murka kepada ketetapanNya, maka Dia Murka terhadap orang tersebut!

Demikian pula barangsiapa yang diberikanNya nikmat, maka Dia adalah Dzat Yang Maha Mensyukuri… Dia telah menyediakan berbagai balasan yang baik bagi hamba-hambaNya yang bersyukur. Dengan apa hambaNya bersyukur? (Dengan beriman kepadaNya, mentauhidkanNya, berpegang teguh diatas ketaatan serta menjauhi segala kemungkaran baik itu kesyirikan, kekufuran, kebid’ahan, maupun kemaksiatan). Sebaliknya, Dia akan mengancam orang yang kufur atas nikmatNya yang mempergunakan nikmatNya (nikmat hidup, sehat, serta berbagai nikmat lain) dalam rangka kekufuran, kesyirikan, kebid’ahan maupun kemaksiatan.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar