Perang akhir zaman yang disebut sebagai al Malhamah al Kubra merupakan sebuah pertempuran paling dahsyat yang pernah terjadi di muka bumi antara pasukan kaum beriman melawan kaum kafir, antara pasukan yang dipimpin oleh Imam Mahdi melawan Dajjal. Dikarenakan kedahsyatannya, pembantaian berakhir dengan korban yang sangat besar di kedua belah pihak. Bahkan kaum kafir sampai merilis film berjudul “Armagedon” yang merupakan gambaran perang akhir zaman versi mereka.
Dari Abu Hurairah ra., telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
“Tidak akan terjadi kiamat sehingga bangsa Romawi sampai di A’maq atau Dabiq. Kedatangan mereka akan dihadapi oleh sebuah pasukan yang keluar dari kota Madinah yang merupakan penduduk bumi yang terbaik pada masa itu. Apabila mereka telah berbaris (dan berhadap-hadapan untuk berperang), bangsa Romawi akan menggertak: “Biarkan kami membuat perhitungan dengan orang-orang kami yang kalian tawan (maksudnya adalah bangsa Romawi yang telah masuk Islam)!” Mendengar gertakan itu, kaum muslimin menjawab: “Demi Allah, kami tidak akan membiarkan kalian mengusik saudara-saudara kami!”[HR. Muslim].
Dabiq adalah nama sebuah kampung yang berjarak empat farsakh dari Kota Halb (Aleppo), termasuk dalam distrik ‘Azaz. Ghuthah adalah sebuah daerah di negeri Syam yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi, sungai-sungai, dan hutan yang lebat. Di kawasan inilah terletak Kota Damaskus.
Ada beberapa faktor yang berkemungkinan menjadi penyebab dipilihnya wilayah tersebut sebagai basis pertahanan pasukan Romawi, antara lain:
Wilayah A’maq dan Dabiq (Aleppo), sekalipun masuk di wilayah Damaskus, namun keduanya merupakan wilayah yang berbatasan dengan negara Turki yang juga dekat dengan hulu sungai Eufrat dan Tigris. Posisi yang dekat dengan wilayah perairan merupakan posisi strategis dalam sebuah pertempuran yang bersandar pada kekuatan senjata manual.
Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam peperangan Badar, saat itu kaum muslimin berahasil menguasai terlebih dahulu sumber-sumber mata air Badar. Ada sebuah riwayat lemah yang dibawakan oleh Nu’aim bin Hamad tentang perang A’maq ini: “Bangsa Romawi (Eropa-Amerika) tidak akan membiarkan tepi pantai (saluran air) pada hari-hari perang besar, kecuali akan mereka kuasai.”
Pilihan wiayah yang berbatasan dengan Turki juga merupakan posisi strategis bagi pasukan Romawi. Dalam hal ini, meskipun mayoritas penduduk Turki adalah muslim, namun secara resmi Turki (pemerintahannya) adalah negara sekuler yang lebih berafiliasi pada Barat Romawi. Turki sendiri telah berupaya untuk diposisikan sebagai bagian dari Uni Eropa daripada masuk di wilayah Timur Tengah. Dalam posisinya yang seperti itu, maka keberadaan mereka mirip seperti Bani Quraizhah yang sudah diikat perjanjian untuk tidak memerangi kaum musslimin, akan tetapi mereka justru berkhianat dan bergabung dengan koalisi Quraisy dalam perang Khandaq. Inilah barangkali yang menjadi salah satu penyebab ditaklukkannya Turki-Konstatinopel oleh Imam Mahdi dan kaum muslimin pasca perang al Malhamah al Kubra. Mereka telah berkhianat kepada kaum muslimin dengan memberikan bantuan dan fassilitas termasuk logistiknya untuk pasukan koalisi Romawi dalam memerangi kaum muslimin.
Dengan memerhatikan dari sudut pandang geografis yang ada, wilayah A’maq dan Dabiq adalah tempat yang paling memungkinkan bagi pasukan Romawi untuk menyerang kaum muslimin. Nampaknya ia menjadi salah satu faktor utama bagi pasukan Romawi karena mereka tidak lagi memiliki energi yang cukup dan persenjataan modern untuk menyerang kaum muslimin di wilayah yang lebih jauh dari tempat itu. Juga wilayah tersebut adalah yang paling memungkinkan untuk ditempuh dengan pasukan infanteri maupun pasukan berkuda mereka (tidak ada wilayah laut/perairan yang menghalangi pasukan mereka untuk sampai di dekat markas kaum muslimin). Ditambah bahwa selama masa yang dibutuhkan untuk sampai ke wilayah tersebut, pasukan Romawi mendapatkan fasilitas dan bantuan dari pihak Turki. Juga jika sewaktu-waktu pasukan mereka harus mundur dalam menghadapi al Mahdi dan kaum muslimin, dengan sangat mudah mereka berlindung di wilayah Turki dan meminta bantuan dari mereka.
Wilayah A’maq dan Dabiq merupakan wilayah yang masuk dalam negara Damaskus. Dalam hal ini, negeri Basyar Asad itu kelak akan menjadi benteng pertahanan kaum muslimin yang terpenting. Imam Mahdi dan pasukannya akan menjadikan negeri Damaskus (Ghuthah) sebagai pusat pertahanan mereka. Hal itu sebagaimana yang telah dinubuwatkan dalam hadits shahih, bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya kota tempat berkumpulnya kaum muslimin pada hari berkecamuk perang yang sangat sengit adalah di Ghuthah dekat sebuah kota yang dinamakan Damaskus, yang termasuk kota terbaik negeri Syam.”
[HR. Abu Dawud]
Ghuthah adalah sebuah daerah di negeri Syam yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi, sungai-sungai, dan hutan yang lebat. Di daerah inilah terletak Kota Damaskus.
Bahkan Rasulullah Saw. secara tegas menyebutkan kehebatan pasukan Damaskus yang akan menghadapi pasukan Romawi ini. Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:
Jika telah terjadi banyak peperangan besar (di akhir zaman), Allah akan mengeluarkan sebuah pasukan mantan budak dari Kota Damaskus. Mereka adalah bangsa Arab yang paling baik kuda dan persenjataannya. Allah akan meneguhkan agama ini melalui perantaraan mereka [HR. Ibnu Majah].
Dengan melihat faktor di atas, tampaknya menjadi semakin beralasan jika Romawi akan menyerang kaum muslimin di wilayah tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa peperangan ini adalah perang eksistensial yang sangat menentukan. Perang di A’maq dan Dabiq ini merupakan perang yang mempertaruhkan harga diri, masa depan, dan peradaban masing-masing. Jika kaum muslimin menang, maka hancurlah peradaban Barat untuk selama-lamanya yang mustahil rasanya untuk bisa bangkit kembali dari keterpurukannya. Dalam hal ini, pasukan Romawi barat juga melihat bahwa pusat komando dan kekuatan kaum muslimin terletak di wilayah Damaskus.
Maknanya, jika mereka berhasil mengalahkan kaum muslimin di negeri tersebut, maka dengan sangat mudah mereka akan menundukkan kaum muslimin di negeri-negeri lainnya. Hal ini mirip seperti yang dijanjikan oleh pasukan Ahzab saat mereka mengerahkan lebih dari 10.000 pasukan untuk menggempur Kota Madinah dan mengepungnya dari seluruh penjuru. Pasukan Ahzab berasumsi bahwa jika Muhammad dan kaum muslimin berhasil dikalahkan dalam peperangan ini, maka akan tamatlah riwayat kaum muslimin dan tidak akan bangkit untuk selama-lamanya.
Hal serupa juga yang akan menginspirasi pasukan Romawi hingga mereka mengerahkan seluruh kekuatan mereka dengan melibatkan 80 bendera yang masing-masing bendera terdiri dari 12.000 pasukan terlatih. Jumlah yang sangat luar biasa besarnya ini (960.000 personil hingga mendekati satu juta orang) adalah untuk yang pertama kalinya terjadi di akhir zaman. Kehebatan dan kedahsyatan pasukan Romawi ini sempat menggentarkan kaum muslimin yang belum pernah terjadi dalam peperangan sebelumnya. Saking dahsyatnya kekuatan pasukan Romawi ini, sehingga Rasulullah Saw. menggambarkan bahwa pada peristiwa itu akan banyak terjadi kegoncangan (kemurtadan) pada kaum muslimin. Bagaimana tidak, mereka akan menghadapi 960.000 pasukan terbaik Romawi dengan persenjataan lengkap dan persiapan yang matang? Bahkan nubuwat beliau juga menyebutkan di tiga hari pertama peperangan sudah sepertiga umat Islam yang gugur sebagai syuhada, sementara sepertiga lainnya lari meninggalkan medan perang. Kelompok inilah yang dinyatakan tidak akan diterima taubatnya (Allah tidak memberinya taufiq untuk bertaubat). Beliau Saw. menjelaskan,
“Dalam pertempuran itu akan terjadi kegoncangan yang sangat (keraguan hati). Kaum muslimin membentuk sebuah pasukan perintis berani mati yang tidak akan kembali kecuali setelah mendapat kemenangan. Terjadilah pertempuran dahsyat (dari pagi hari hingga sore), sampai akhirnya datang malam menghentikan peperangan mereka. Kaum muslimin dan bangsa Romawi kembali ke kemah-kemah mereka, tanpa ada pihak yang meraih kemenangan.
Seluruh anggota pasukan berani mati umat Islam tersebut ternyata terbunuh di medan laga. Maka kaum muslimin kembali membentuk sebuah pasukan perintis berani mati, yang tidak akan kembali kecuali setelah mendapat kemenangan. Terjadilah pertempuran dahsyat (dari pagi hari hingga sore), sampai akhirnya datangnya malam menghentikan peperangan mereka. Kaum muslimin dan bangsa Romawi kembali ke kemah-kemah mereka, tanpa ada pihak yang meraih kemenangan.
Seluruh anggota pasukan berani mati umat Islam tersebut ternyata terbunuh di medan. Kaum muslimin pun kembali membentuk sebuah pasukan perintis berani mati, yang tidak akan kembali kecuali setelah mendapat kemenangan. Terjadilah pertempuran dahsyat (dari pagi hari hingga sore), sampai akhirnya datang waktu malam menghentikan peperangan mereka. Kaum muslimin dan bangsa Romawi kembali ke kemah-kemah mereka, tanpa ada pihak yang meraih kemenangan.
Seluruh anggota pasukan berani mati umat Islam tersebut ternyata kembali terbunuh di medan laga. Maka pada hari ke-4, kaum muslimin yang tersisa maju ke kancah pertempuran dengan ganas, sehingga akhirnya Allah mengalahkan bangsa Romawi. Pasukan Romawi terbunuh dalam jumlah yang sangat banyak yang belum pernah dialami sebelumnya. Begitu banyaknya yang terbunuh, sehingga apabila ada burung yang melewati kawasan pertempuran mereka, maka burung itu akan mati sebelum meninggalkan mereka (akibat bau busuk bangkai yang bertebaran). Satu sama lain yang masih hidup pun menghitung jumlah keluarganya yang terbunuh di medan laga. Ternyata dari 100 orang saudara, hanya seorang saja yang masih bertahan hidup. Maka harta rampasan perang mana yang bisa mendatangkan kebahagiaan? Harta warisan mana lagi yang harus dibagikan?
Kemenangan di Tangan Umat Islam.
Nubuwat Rasulullah Saw. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim menyebutkan bahwa peperangan yang amat dahsyat itu akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin. Kaum muslimin berhasil mengalahkan pasukan bangsa Romawi dengan kemenangan yang menakjubkan. Hal itu sebagaimana yang tersirat dalam nash berikut, “Maka terjadilah pertempuran antara kedua pasukan. Sepertiga pasukan Islam akan melarikan diri dari medan pertempuran, maka Allah tidak akan mengampuni mereka (memberi mereka taufiq untuk bertaubat) untuk selama-lamanya. Sepertiga pasukan Islam yang lain akan terbunuh, dan mereka adalah sebaik-baik orang yang mati syahid di sisi Allah. Sepertiga pasukan Islam lainnya akan memenangkan peperangan, tanpa mendapatkan fitnah (bencana atau kesesatan) sedikitpun selamanya.” [HR. Muslim]
Bagaimana Kemenangan itu Diperoleh?
Satu hal yang menakjubkan adalah, bagaimana jalan ceritanya hingga kaum muslimin akhirnya bisa memenangkan pertempuran melawan pasukan komando Romawi? Sebab, di samping nubuwat Rasulullah Saw. tentang besarnya jumlah pasukan Romawi yang hampir satu juta personil, pasukan Romawi Bani Ashfar yang dihadapi oleh kaum muslimin dalam al Malhamah al Kubra ini adalah pasukan yang sangat tangguh dan terampil. Mereka adalah para prajurit komando yang memiliki keunggulan dalam banya hal: strategi, fisik dan mental. Belum lagi jumlah personil, logistik, dan peralatan yang besar.
Tidak kita pungkiri bahwa kelompok umat Islam yang menghadapi pasukan besar Romawi dalam al Malhamah al Kubra jelas adalah orang-orang yang istimewa. Mereka adalah orang yang memiliki kualitas iman, akhlak, dan mental yang lebih unggul dari pasukan Romawi. Mereka adalah orang-orang yang berani mati demi membela kaum muslimin. Mereka adalah orang-orang yang hanya mengenal satu tekad, tidak pulang sebelum menggapai kemenangan. Dan terbukti dalam tiga hari pertama peperangan, seluruh barisan terdepan umat Islam gugur sebagai syuhada’. Bahkan perbandingan yang gugur dengan yang selamat adalah 99 : 1. Rasulullah Saw. juga bersaksi bahwa pada zaman itu mereka termasuk manusia terbaik di muka bumi ini dengan sabda beliau “yang merupakan penduduk bumi yang terbaik pada masa itu”. Beliau bersaksi bahwa mereka yang gugur adalah “para syuhada’ yang paling mulia di sisi Allah”. Beliau bersaksi bahwa pasukan terdepan yang mereka utus untuk memata-matai pergerakan Dajjal adalah ‘Mereka pada waktu itu adalah sebaik-baik prajurit berkuda di muka bumi”.
Dengan melihat faktor di atas, tampaknya menjadi semakin beralasan jika Romawi akan menyerang kaum muslimin di wilayah tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa peperangan ini adalah perang eksistensial yang sangat menentukan. Perang di A’maq dan Dabiq ini merupakan perang yang mempertaruhkan harga diri, masa depan, dan peradaban masing-masing. Jika kaum muslimin menang, maka hancurlah peradaban Barat untuk selama-lamanya yang mustahil rasanya untuk bisa bangkit kembali dari keterpurukannya. Dalam hal ini, pasukan Romawi barat juga melihat bahwa pusat komando dan kekuatan kaum muslimin terletak di wilayah Damaskus. Maknanya, jika mereka berhasil mengalahkan kaum muslimin di negeri tersebut, maka dengan sangat mudah mereka akan menundukkan kaum muslimin di negeri-negeri lainnya. Hal ini mirip seperti yang dijanjikan oleh pasukan Ahzab saat mereka mengerahkan lebih dari 10.000 pasukan untuk menggempur Kota Madinah dan mengepungnya dari seluruh penjuru. Pasukan Ahzab berasumsi bahwa jika Muhammad dan kaum muslimin berhasil dikalahkan dalam peperangan ini, maka akan tamatlah riwayat kaum muslimin dan tidak akan bangkit untuk selama-lamanya.
Hal serupa juga yang akan menginspirasi pasukan Romawi hingga mereka mengerahkan seluruh kekuatan mereka dengan melibatkan 80 bendera yang masing-masing bendera terdiri dari 12.000 pasukan terlatih. Jumlah yang sangat luar biasa besarnya ini (960.000 personil hingga mendekati satu juta orang) adalah untuk yang pertama kalinya terjadi di akhir zaman. Kehebatan dan kedahsyatan pasukan Romawi ini sempat menggentarkan kaum muslimin yang belum pernah terjadi dalam peperangan sebelumnya. Saking dahsyatnya kekuatan pasukan Romawi ini, sehingga Rasulullah Saw. menggambarkan bahwa pada peristiwa itu akan banyak terjadi kegoncangan (kemurtadan) pada kaum muslimin. Bagaimana tidak, mereka akan menghadapi 960.000 pasukan terbaik Romawi dengan persenjataan lengkap dan persiapan yang matang? Bahkan nubuwat beliau juga menyebutkan di tiga hari pertama peperangan sudah sepertiga umat Islam yang gugur sebagai syuhada, sementara sepertiga lainnya lari meninggalkan medan perang. Kelompok inilah yang dinyatakan tidak akan diterima taubatnya (Allah tidak memberinya taufiq untuk bertaubat). Beliau Saw. menjelaskan,
“Dalam pertempuran itu akan terjadi kegoncangan yang sangat (keraguan hati). Kaum muslimin membentuk sebuah pasukan perintis berani mati yang tidak akan kembali kecuali setelah mendapat kemenangan. Terjadilah pertempuran dahsyat (dari pagi hari hingga sore), sampai akhirnya datang malam menghentikan peperangan mereka. Kaum muslimin dan bangsa Romawi kembali ke kemah-kemah mereka, tanpa ada pihak yang meraih kemenangan.
Seluruh anggota pasukan berani mati umat Islam tersebut ternyata terbunuh di medan laga. Maka kaum muslimin kembali membentuk sebuah pasukan perintis berani mati, yang tidak akan kembali kecuali setelah mendapat kemenangan. Terjadilah pertempuran dahsyat (dari pagi hari hingga sore), sampai akhirnya datangnya malam menghentikan peperangan mereka. Kaum muslimin dan bangsa Romawi kembali ke kemah-kemah mereka, tanpa ada pihak yang meraih kemenangan.
Seluruh anggota pasukan berani mati umat Islam tersebut ternyata terbunuh di medan. Kaum muslimin pun kembali membentuk sebuah pasukan perintis berani mati, yang tidak akan kembali kecuali setelah mendapat kemenangan. Terjadilah pertempuran dahsyat (dari pagi hari hingga sore), sampai akhirnya datang waktu malam menghentikan peperangan mereka. Kaum muslimin dan bangsa Romawi kembali ke kemah-kemah mereka, tanpa ada pihak yang meraih kemenangan.
Seluruh anggota pasukan berani mati umat Islam tersebut ternyata kembali terbunuh di medan laga. Maka pada hari ke-4, kaum muslimin yang tersisa maju ke kancah pertempuran dengan ganas, sehingga akhirnya Allah mengalahkan bangsa Romawi. Pasukan Romawi terbunuh dalam jumlah yang sangat banyak yang belum pernah dialami sebelumnya. Begitu banyaknya yang terbunuh, sehingga apabila ada burung yang melewati kawasan pertempuran mereka, maka burung itu akan mati sebelum meninggalkan mereka (akibat bau busuk bangkai yang bertebaran). Satu sama lain yang masih hidup pun menghitung jumlah keluarganya yang terbunuh di medan laga. Ternyata dari 100 orang saudara, hanya seorang saja yang masih bertahan hidup. Maka harta rampasan perang mana yang bisa mendatangkan kebahagiaan? Harta warisan mana lagi yang harus dibagikan?
Bagaimana Kemenangan itu Diperoleh?
Satu hal yang menakjubkan adalah, bagaimana jalan ceritanya hingga kaum muslimin akhirnya bisa memenangkan pertempuran melawan pasukan komando Romawi? Sebab, di samping nubuwat Rasulullah Saw. tentang besarnya jumlah pasukan Romawi yang hampir satu juta personil, pasukan Romawi Bani Ashfar yang dihadapi oleh kaum muslimin dalam al Malhamah al Kubra ini adalah pasukan yang sangat tangguh dan terampil. Mereka adalah para prajurit komando yang memiliki keunggulan dalam banya hal: strategi, fisik dan mental. Belum lagi jumlah personil, logistik, dan peralatan yang besar.
Tidak kita pungkiri bahwa kelompok umat Islam yang menghadapi pasukan besar Romawi dalam al Malhamah al Kubra jelas adalah orang-orang yang istimewa. Mereka adalah orang yang memiliki kualitas iman, akhlak, dan mental yang lebih unggul dari pasukan Romawi. Mereka adalah orang-orang yang berani mati demi membela kaum muslimin. Mereka adalah orang-orang yang hanya mengenal satu tekad, tidak pulang sebelum menggapai kemenangan. Dan terbukti dalam tiga hari pertama peperangan, seluruh barisan terdepan umat Islam gugur sebagai syuhada’. Bahkan perbandingan yang gugur dengan yang selamat adalah 99 : 1. Rasulullah Saw. juga bersaksi bahwa pada zaman itu mereka termasuk manusia terbaik di muka bumi ini dengan sabda beliau “yang merupakan penduduk bumi yang terbaik pada masa itu”. Beliau bersaksi bahwa mereka yang gugur adalah “para syuhada’ yang paling mulia di sisi Allah”. Beliau bersaksi bahwa pasukan terdepan yang mereka utus untuk memata-matai pergerakan Dajjal adalah ‘Mereka pada waktu itu adalah sebaik-baik prajurit berkuda di muka bumi”.
Sumber: Fatiah al-Adani, Abu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar