Biografi Pahlawan Haji Agus Salim.
Nama Lengkap : Agus Salim
Agama : Islam
Tempat Lahir : Sumatera Barat
Tanggal Lahir : Rabu, 8 Oktober 1884
Zodiac : Balance
Hobby : Menulis
Warga Negara : Indonesia.
Haji Agus Salim lahir pada 8 Oktober 1884 di Kota Gadang, Sumatera Barat, dengan nama Musyudul Haq yang berarti ‘pembela kebenaran’. Ayahnya yang seorang jaksa di pengadilan Riau memungkinkan Haji Agus Salim untuk belajar di sekolah dasar Belanda ELS (Europeese Lager School). Lulus pada 1897, dia bertolak ke Batavia untuk masuk ke Hogere Burger School (HBS), sekolah lanjutan yang sebenarnya hanya untuk orang-orang Eropa. Pada masa itu,sangat jarang melihat anak pribumi masuk ke sekolah Eropa. Ia lulus dari HBS dengan nilai paling tinggi di tingkat nasional, mengalahkan orang-orang Belanda saat berusia 19 tahun.
Saat Indonesia baru merdeka, masih banyak negara-negara terutama Eropa yang tak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Khususnya Jerman. Rakyat Jerman adalah rakyat yang “sombong”. Rakyat Jerman merasa bahwa dirinya yang termasuk bangsa Arya adalah bangsa yang paling tinggi derajatnya di dunia dibanding bangsa-bangsa lain, termasuk dalam hal bahasa. Jerman tak mau mendengar pidato diplomasi negara lain jika tak menggunakan bahasa Jerman
Beliau pun berniat melanjutkan ke sekolah dokter di Belanda. Namun, permohonan beasiswanya tidak diluluskan pemerintah Belanda, sementara keluarga beliau tidak memiliki uang. Baru setelah R.A. Kartini yang mendengar berita mengenai Haji Agus Salim memberi rekomendasi, pemerintah Belanda pun memberi beasiswa.
Terlanjur meras tersinggung, Haji Agus Salim pun menolaknya. Agus Salim memilih berangkat ke Jedah, Arab Saudi, untuk bekerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda di kota itu antara 1906-1911. Di sana, dia memperdalam ilmu agama Islam dan mempelajari diplomasi. Beliau juga belajar beragam bahasa, seperti Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, dan Jepang.
Pulang ke Indonesia, pada tahun 1915, Haji Agus Salim masuk ke dalam Serikat Islam (SI) pada masa kepemimpinan H.O.S. Cokroaminoto . Dalam waktu singkat, mereka menjadi kawan baik dan bekerja sama demi masa depan Indonesia. Haji Agus Salim lantas dipercaya menggantikan Cokroaminoto di Volksraad pada 1922-1925. Di sini, beliau tak jarang bicara terbuka, keras, dan menantang. Seiring bergesernya gaya perjuangan SI ke arah non kooperatif, Agus Salim mundur dari Volksraad . Ia kemudian aktif di JIB (Jong Islamieten Bond) dan bekerja sebagai jurnalis.
Agus Salim kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia bahkan termasuk dalam tim kecil perumus Pembukaan UUD RI. Bersama Djajadiningrat dan Soepomo, ia juga menjadi penghalus bahasa dalam penyusunan batang tubuh UUD 1945. Haji Agus Salim merupakan tokoh pemberani yang pandai berargumentasi dengan cerdas sehingga Sukarno pun memberinya julukan The Grand Old Man. Setelah kemerdekaan, Agus Salim menjadi Menteri Luar Negeri pada beberapa kabinet.
Agus Salim juga mendapat julukan “The Grand Old Man” . Hal ini karena kepiawaiannya dalam berdiplomasi yang belum ada tandingannya saat itu. Agus Salim memiliki perawakan yang kecil dan terbiasa dengan mengenakan sarung dan peci. Kesederhanaan hidupnya ini tidak menggambarkan kesederhanaan pemikirannya. Agus Salim memiliki jiwa yang bebas, beliau tak mau dikekang oleh batasan-batasan. Beliau berhasil mendobrak tradisi Minang yang cukup kolot.
Beliau selalu berpindah-pindah dan tak pernah memiliki rumah tetap. Surabaya, Yogya dan Jakarta adalah sebaran hidup beliau. Di kota-kota tersebut beliau hanya menyewa rumah kevil dan sangat sederhana. Beliau juga mengajar anaknya sendiri. Anaknya tak ada yang bersekolah di sekolah formal. Hanya anak bontotnya yang bersekolah di sekolah formal.
Beliau selalu berpindah-pindah dan tak pernah memiliki rumah tetap. Surabaya, Yogya dan Jakarta adalah sebaran hidup beliau. Di kota-kota tersebut beliau hanya menyewa rumah kevil dan sangat sederhana. Beliau juga mengajar anaknya sendiri. Anaknya tak ada yang bersekolah di sekolah formal. Hanya anak bontotnya yang bersekolah di sekolah formal.
Hal ini beliau lakukan karena beliau bisa memiliki keahlian ini semua bukan berasal dari sekolah formal melainkan dari otodidak ‘learning by doing’ dalam kehidupan nyata.
”Saya telah melalui jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial,” ujarnya tentang penolakannya terhadap pendidikan formal kolonial yang juga sebagai bentuk pembangkangannya terhadap kekuasaan Belanda.
Haji Agus Salim menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 4 November 1954 di usia 70 tahun. Agus Salim adalah pahlawan nasional yang sangat langka. Beliau hampir sempurna dalam hal diplomasi. Latar belakang beliau yang anak dari seorang pejabat pemerintahan sekaligus dari keluarga religius turut mewarnai pribadi Agus Salim. Perjuangan dan pengorbanan beliau untuk Republik ini patut kita berucap trima kasih sebesar-besarnya.
Lihat juga tokoh - tokoh lainnya dengan klik http://www.berbagaireviews.com/search/label/Tokoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar