Asal - Usul Kedatangan Nenek Moyang Indonesia dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia, The origin of Ancestors Indonesia | Berbagai Reviews

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

24 Oktober 2014

Asal - Usul Kedatangan Nenek Moyang Indonesia dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia, The origin of Ancestors Indonesia

| 24 Oktober 2014
Sekilas Tentang Kedatangan Nenek Moyang Indonesia.



Anda orang Indonesia, apakah sudah tahu asal-muasal nenek monyang bangsa indonesia itu dari mana ??. Serta Proses datangnya ke Indonesia, Nenek Monyang bangsa indonesia terdapat dari rumpun-rumpun seperti Rumpun Melayu Austronesia, Masyarakat tani di yunan, dan adapula cara kedatangan nenek monyang bangsa indonesia yaitu  Kedatangan Proto Melayu, Kedatangan Duetro Melayu, Dalam Kedatangan nenek monyang memiliki jalur-jalur dalam kedatangannya atau dari mana mereka berasal serta dalam kedatangan nenek monyang bangsa indonesia membawa berbagai alat-alat atau peralatan-peralatan. Untuk mengetahui asal nenek monyang bangsa indonesia dapat menggunakan dua cara yaitu persebaran rumpun bahasa dan persebaran budaya bercocok, Untuk mengetahui Persebaran Nenek moyang bangsa indonesia mari kita lihat pembahasan dibawah ini.

    Menurut von Hiene Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunnan di Cina Selatan, yaitu di antara sungai-sungai besar Yang-tse, Sungai Mekhong, dan Sungai Menam. Geldern berpendapat demikian karena ia menemukan benda-benda yang sama bentuknya di Yunnan dan di Indonesia, seperti kapak persegi dan kapak lonjong.

Asal Usul Bangsa Indonesia Menurut Kajian Ilmu.
a. Dari Ilmu Linguistik
       Dari kajian ilmu linguistik atau ilmu bahasa, bangsa Indonesia adalah penutur bahasa Austronesia. Sekitar 5.000 tahun lalu, bahasa ini sudah digunakan oleh manusia di nusantara. Bahasa ini konon akar dari bahasa Melayu. Bahasa Austronesia memiliki penyebaran paling luas di dunia, khususnya sebelum zaman penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa-bangsa Asia-Afrika. Bahasa Austronesia berkembang menjadi 1.200 bahasa lokal, dari Madagaskar, Afrika, di barat sampai di Pulau Paskah di timur, dari Taiwan di utara sampai Selandia Baru di selatan.
       Penyebaran bahasa Austronesia lebih luas dibanding penyebaran bahasa Indo Eropa, Aria Barat, dan Aria Timur atau Semit. Keturunan Bahasa Austronesia tumbuh dan berkembang ratusan tahun dan digunakan oleh 300 juta manusia di Asia Timur dan Asia Pasifik. Para penutur bahasa Austronesia, beragam, misalnya mulai dari para nelayan, pelaut, pedagang, bangsawan, pengeliling dunia, sampai kaum petani di pedalaman. Sekitar 80 juta manusia penutur bahasa Austronesia hidup di kepulauan nusantara dan kepulauan Pasifik.

      Jadi siapa nenek moyang manusia yang bertutur dengan menggunakan bahasa Austronesia yang tinggal di nusantara itu? Masih menjadi kontroversi di kalangan para ahli. Pendapat mereka bermacam ragam, ada yang mengatakan dari Formusa (Taiwan),  Hainan (Hongkong), Yunan (China Selatan), Filipina, atau Jepang.

b. Dari Bahasa Austrik
       Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Harry Truman Simanjuntak pernah berpendapat, rumpun bahasa Austronesia merupakan bagian dari bahasa Austrik. Bahasa ini berawal dari daratan Asia, kemudian terbagi dua, yaitu Austro Asiatik dan Austronesia.
  • Austro Asiatik menyebar ke daratan Asia, misalnya di Indo-China, Thailand, dan Munda di India Selatan. 
  • Sedang bahasa Austronesia menyebar ke selatan dan di tenggara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, sampai ke kepulauan Pasifik.
     Menurut teori Model Out of Taiwan, bahasa Austronesia mulai mengkristal di Formusa atau Taiwan. Penutur bahasa ini bermigrasi dari daratan China Selatan 6.000 tahun yang lalu. Diperkirakan mereka berasal dari Fujian atau Guangdong, dua daerah di China Selatan. Proses kristalisasi bahasa Austronesia di Taiwan kemudian melahirkan budaya Da-pen-keng. Budaya tersebut berkembang dan bercabang-cabang menjadi sejumlah dialek lokal. Itu terjadi sekitar 4.700 tahun lalu. Pada masa Austronesia awal tersebut manusia sudah mengerti memelihara babi dan anjing, sudah mengenal budidaya padi meski masih sederhana, menanam ubi dan tebu, membuat kain dari kulit kayu, dan membuat gerabah..


      Ratusan tahun kemudian budaya mereka meningkat lagi. Misalnya mulai menggunakan peralatan dari batu dan tulang dan mulai membuat kano, perahu kecil dan sempit. Sejumlah kelompok penutur bahasa Austronesia ini kemudian mulai berkelana ke selatan, lewat lautan, dengan menggunakan perahu yang sederhana, yang lebih banyak digerakkan oleh arus ombak lautan. Mereka terus bergerak ke arah selatan. Di antara mereka ada yang bergerak kearah Asia Tenggara, sampai ke Filipina dan Kalimantan Utara. Itu terjadi 4.500 tahun yang lalu.

      Kelompok pemukim awal di Filipina atau di Kalimantan Utara ini akhirnya menciptakan bahasa Proto Malayo Polynesia (PMP), yang merupakan cabang dari induknya, Proto Austronesia.
Di kawasan baru tersebut perbendaharaan budaya mereka bertambah. Budidaya tanaman yang berasal dari biji-bijian, mulai bertambah, misalnya mulai menanam kelapa, sagu, sukun, dan pisang. Pada saat itu, perhubungan laut juga mulai meningkat. Teknologi pelayaran mereka mulai canggih. Maka di antara mereka mulai ada yang bermigrasi ke pulau-pulau di nusantara, misalnya ke Sulawesi dan Maluku. Bahkan ada yang sampai ke pulau Mikronesia, Lautan Pasifik.

      Dalam tahap selanjutrnya, puluhan tahun kemudian, mereka ada yang bermigrasi ke Jawa, Sumatra, dan Semenanjung Malaka. Ke arah timur, mereka menuju ke Nusa Tenggara, Maluku, Papua Barat, sampai ke kepulauan Bismarck. Di kawasan timur ini, budaya tanaman biji-bijian mereka tinggalkan dan beralih ke budidaya berbagai tanaman umbi-umbian. Bumi dan alam di nusantara bagian timur ternyata tidak cocok untuk tanaman biji-bijian.

    Menurut pakar arkeologi yang lain, Daud Ario Tanudirjo, persebaran para penutur Proto Malayo Polynesia tersebut terjadi sekitar 4.000 hingga 3.300 tahun yang lalu. Hal itu ditandai luasnya distribusi gerabah berpoles merah. Kemampuan mereka mengarungi lautan jarak jauh, mendorongnya untuk terus mencari daerah baru yang kemungkinan lebih baik, atau lebih nyaman untuk hidup. Mereka telah mengenal strategi lompat katak. Dari pulau yang satu melompat ke pulau yang lain yang lebih dekat. Demikian seterusnya, sampai mereka tiba di pulau yang paling jauh.


      Bahasa Proto Malayo Polynesia tersebut berkembang di kawasan barat nusantara sedangkan di kawasan Halmahera, Maluku, berkembang dan menjadi pusat bahasa-bahasa Proto Central Malayo Polynesi. Bahasa-bahasa Proto Eastern Malayo Polynesiaberkembang di daerah Kepala Burung, Papua Barat dan bahasa-bahasa Proto Oceanic berkembang di Kepulauan Bismarck, Pasifik Barat dan sekitarnya.
Bentuk rumpun bahasa Austronesia ini tumbuh lebih menyerupai bentuk garu ketimbang bentuk pohon. Mengapa? Karena semua proto-bahasa dalam bentuk ini, dari Proto Malayo Polynesia hingga keProto Oceania menunjukkan kesamaan kognat yang tinggi, yakni lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata. Demikian menurut pakar arkeologi Daud Aris Tanudirjo.

     Sementara itu menurut pakar bahasa Austronesia, Peter Bellwood, berbagai proto-bahasa yang pernah tersebar dari Filipina sampai Kepulauan Bismarck, boleh dikatakan satu bahasa, namun dengan sedikit perbedaan variasi dialek.

Austromelanesoid – Mongoloid.

   

        Dari hasil penemuan dan penelitian di pegunungan Sewu, bagian tengah Jawa Tengah-Jawa Timur, para ahli menemukan kohabitasi, bercampurnya dua suku bangsa di suatu wilayah, yaitu ras Australo-melanesid dengan ras Mongoloid dalam waktu yang hampir bersamaan. Kohabitasi dua ras tersebut jauh sebelum datangnya para penutur Austronesia yang berciri ras Mongoloid.

   Dalam situs purbakala di kawasan Jateng-Jatim tersebut ditemukan kerangka Austromelanesoid yang dikubur dalam posisi terlipat. Di tempat yang sama juga ditemukan kerangka Mongoloid dikubur dalam posisi terbujur. Penemuan kerangka manusia purba di daerah Wajak, dekat Tulungagung, Jawa Timur, menunjukkan ciri-ciri ras Mongoloid pada bagian wajahnya, sekaligus menunjukkan ciri-ciri ras Austromelanesid pada bentuk umum tengkoraknya.

Dari bukti tersebut dapat disimpulkan, bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah :
  • Percampuran antara dua ras Austromelanesid dan Mongoloid yang mendiami bumi nusantara ini, gelombang demi gelombang, dalam waktu berabad-abad, kemudian bercampur dengan
  • Rumpun Asia dari India,
  • Bercampur lagi dengan rumpun Aria dari India, dan
  • Bercampur lagi dengan bangsa Semit dari Eropa, di masa-masa modern sesudahnya.Dari bukti-bukti arkeologis tersebut di atas maka orang akan sulit jika menetapkan mana sebenarnya yang disebut bangsa Indonesia yang asli. Apalagi sekarang! Zaman globalisasi. Kini dunia rasanya sudah menjadi satu. Mongoloid dan ras Austro Melanesoid. Mereka inilah nenek moyang bangsa Indonesia sesungguhnya.
Bangsa Indonesia termasuk ras Mongoloid terutama Malayan Mongoloid. Ras Mongoloid mempunyai 3 subras yaitu:
1. Asiatik Mongoloid (Cina,Jepang,Korea)
2. Malayan Mongoloid (Melayu)
3. American Mongoloid (Suku Indian).

Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia.



Sebelum bangsa Melayu Austronesia masuk ke Indonesia, wilayah Indonesia sudah ada suku Weddid dan Negrito. Kedua suku tersebut berasal dari daerah Tonkin. Dari Tonkin kemudian menyebar ke Hindia Belanda, Indonesia, hingga pulau-pulau di Samudera Pasifik.

Suku Bangsa Melayu yang terdapat di Indonesia dalam proses menetapnya dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu).
     Sekitar tahun 2.000 SM diduga bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) telah tiba di Kepulauan Nusantara. Bangsa yang pertama kali datang ke Indonesia menjadi pembawa kebudayaan neolithikum dalam dua cabang persebaran. Cabang pertama yaitu bangsa yang membawa kebudayaan kapak lonjong yang disebut sebagai ras Papua-Melanosoid. Arah persebarannya dari Yunnan lewat Filipina, kemudian ke Sulawesi Utara, Maluku, dan ada yang sampai ke Irian. Sedangkan cabang yang kedua adalah bangsa Proto Melayu yang disebut ras Austronesia. Arah gelombang cabang yang kedua ini dimulai dari Yunnan kemudian ke Malaya, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Jenis kebudayaan yang mereka bawa berupa kapak persegi.

Bangsa Melayu Tua (Proto Melayu) adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang kali pertama di Indonesia sekitar 2000 tahun SM. Kedatangan bangsa Austronesia dari daratan Yunan menuju Indonesia menempuh dua jalur berikut:
a. Jalur Utara dan Timur.
Melalui Teluk Tonkin menuju Taiwan (Formosa), Filipina, Sulawesi, dan Maluku dengan  membawa kebudayaan kapak lonjong.
Persebaran periode Proto Melayu ini membawa kebudayaan batu baru/Neolithikum.

b. Jalur Barat dan Selatan
Melalui Semenanjung Malaka, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara dengan membawa kebudayaan kapak persegi.
Persebaran periode Deutro Melayu ini mebawa kebudayaan logam.

2. Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu)
Sekitar tahun 500 SM bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda) tiba di Kepulauan Nusantara. Mereka datang membawa kebudayaan logam yang berasal dari Dongson, di Vietnam Utara. Benda-benda logam yang mereka bawa di antaranya berupa nekara, candrasa, bejana perunggu, manik-manik, arca dan sebagainya. Rute persebaran nenek moyang dari kelompok Melayu Muda ini dimulai dari daratan Asia ke Thailand, Malaysia Barat, lalu menuju tempat-tempat di Kepulauan Nusantara. Bangsa yang tiba pada gelombang terakhir ini masih tergolong ras Austronesia. Nenek moyang kita dari ras Papua-Melanesoid, Austronesia, dan sisa ras Austro-Melanesoid lantas melahirkan bermacam-macam suku bangsa yang tersebar di seluruh pelosok wilayah Nusantara seperti sekarang ini.
Bangsa Melayu Muda (Deutro Melayu) adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang di Indonesia pada gelombang kedua terjadi pada sekitar 500 tahun SM. Bangsa Melayu Muda datang ke Indonesia melalui jalur barat, yakni berangkat dari Yunan, Teluk Tonkin, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaka, dan kemudian menyeberangi Selat Malaka hingga sampai di Kepulauan Indonesia.


     Bagan gelombang kedatangan nenek moyang Indonesia.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar