Macam - Macam Bid’ah dan Contoh - Contoh Bid'ah. | Berbagai Reviews

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

18 Juli 2018

Macam - Macam Bid’ah dan Contoh - Contoh Bid'ah.

| 18 Juli 2018


Dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘yang bukan ajaran kami’ mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilakukan hendaknya berada dalam koridor syari’at. Oleh karena itu, syari’atlah yang nantinya menjadi hakim bagi setiap amalan apakah amalan tersebut diperintahkan atau dilarang. Jadi, apabila seseorang melakukan suatu amalan yang masih berada dalam koridor syari’at dan mencocokinya, amalan tersebutlah yang diterima. Sebaliknya, apabila seseorang melakukan suatu amalan keluar dari ketentuan syari’at, maka amalan tersebut tertolak. (Jami’ul Ulum wal Hikam,  hal. 77-78).


Pengertian Bid'ah , silahkan click  http://www.berbagaireviews.com/2018/07/pengertian-bidah-dan-hukum-bidah-serta.html


Jadi, ingatlah wahai saudaraku. Sebuah amalan dapat diterima jika memenuhi dua syarat ini yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.


Berikut Macam - Macam Bidyah.

Pembagian Perbuatan Bid'ah.

Perbuatan bid’ah itu ada dua bagian, yaitu :

Perbuatan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan).

seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.

Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam).

Hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

“Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. 

Dan di dalam riwayat lain disebutkan : 

“Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.

Bid’ah dalam agama ada dua macam, yaitu:
  1. Bid’ah Qauliyah I’tiqadiyah (Bid’ah ucapan atau perkataan yang bersifat keyakinan), seperti perkataan-perkataan Jahmiyah dan Mu’tazilah dan Rafidhah dan seluruh kelompok yang sesat aqidahnya.
  2. Bid’ah pada ibada-ibadah seperti beribadah karena Allah dengan cara-cara yang tidak disyariatkan.

Bid’ah pada ibadah yang bersifat Amalan.

Macam - macam bid’ah pada ibadah yang bersifat amalan, ada beberapa macam, yaitu:

Bid’ah berupa ibadah yang tidak pernah ada asalnya dalam Islam.
Yaitu membuat-buat atau mengada-adakan amalan ibadah yang tidak ada dasarnya pada syara’. Seperti mengada-adakan shalat bikinan yang memang tidak disyariatkan, atau puasa bikinan yang memang tidak ada tuntunannya, atau hari raya (A’yad) yang memang tidak dituntunkan /tidak disyariatkan. Misalnya, mengadakan perayaan maulid dan yang semacamnya.

Bid’ah berupa menambahkan sesuatu atas  ibadah yang sudah ada asalnya dalam syari’at Islam.
Misalnya, menambah raka’at jadi lima pada shalat Dhuhur atau pada shalat Ashar.

Bid’ah berupa mengerjakan ibadah yang telah disyari’atkan tetapi dengan cara yang tidak ada dasarnya dari syari’at Islam. Misalnya melakukan dzikir-dzikir yang disyariatkan tetapi dengan dibikin cara: bersama-sama dan disertai rebana,  dan dibikin cara: dengan suara yang keras. Dan misalnya pula, memaksakan diri dalam beribadah , sampai keluar dari batas sunnah Rasulullah SAW.

Bid’ah berupa mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk mengerjakan ibadah yang disyari’atkan, padahal tidak ada pengkhususan dari syari’at Islam. Misalnya mengkhususkan  hari dan malam nshfu Sya’ban dengan puasa dan shalat malam. Padahal shiyam dan qiyam disyariatkan tetapi mengkhususkan pada waktu-waktu tertentu, diperlukan dalil.

Bid’ah hakikiyah dan idhafiyah.

Imam Syatibi membagi bid’ah menjadi dua, ditinjau dari segi adanya dalil yang dijadikan sandaran dalam beramal atau tidak adanya dalil. Pertama, bid’ah hakikiyah, dan kedua bid’ah idhafiyyah.

Bid’ah hakikiyah.

Bid’ah hakikiyah adalah suatu bid’ah yang sama sekali tidak didasarkan pada suatu pengertian dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah, bahkan lebih bersifat melawan atau menyelisihi ketentuan dalil yang ada. Tegasnya, dalil yang dijadikan dasar atau sandaran dalam melakukan amalan bid’ah tersebut tidak ada.

Contoh bid’ah hakikiyah diantaranya :

Mengerjakan hal-hal yang menyiksa diri, tanpa ada dalil yang memerintahkannya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abas, ia berkata: Ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhutbah, tiba-tiba ada seseorang berdiri, maka Rasulullah bertanya tentang dia, lalu mereka (para pendengar khutbah) menjawab: “Abu Israil, dia telah bernadhar untuk tetap berdiri, tidak duduk ,dan tidak berteduh; tidak berbicara, dan berpuasa.” Maka Rasulullah bersabda: “Kamu sekalian perintahkan kepadanya, hendaklah dia berbicara, berteduh dan duduk, dan supaya menyempurnakan puasanya”.

Adanya pemotongan kepala kerbau yang kemudian ditanam pada lubang galian tanah, sebagai tumbal.

Melakukan pecah telur bagi penganten yang sedang dipertemukan, karena adanya kepercayaan tertentu, sebagaimana yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat.

Melakukan terobosan di bawah keranda (mayat) bagi ahli waris, sewaktu mayat sudah siap akan diberangkatkan ke pemakaman.

Mengadakan peringatan kematian, misalnya tiga hari, empat puluh hari, seratus hari, haul/ temu tahun, seribu hari dan seterusnya, yang itu semua tidak ada dalilnya, bahkan bertentangan dengan dalil, dan menirukan adat orang musyrik.

Minta do’a pada isi kubur. Ini bertentangan dengan dalil yang tidak pernah membolehkan mayat dijadikan sarana untuk berdo’a.

Disamping itu masaih ada berbagai acara lain yang termasuk bid’ah, karena sama sekali tidak ada dalam Islam.
Bid’ah Idhafiyyah.

Bid’ah Idhafiyyah adalah suatu bid’ah yang pada hakekatnya didasarkan pada dalil Al Qur’an atau As Sunnah, tetapi cara melakukan amalan yang diamalkan dengan dalil yang dimaksud, tidak didapatkan di dalam ajaran Islam.

Contoh bid’ah idhafiyyah adalah :

Sebagai pernyataan taubat atas segala dosa, disebutlah kalimat “La ilaha illa Allah” dengan cara geleng-geleng kepala seperti melakukan tarian. Dalam hal taubat itu, gendang dan perlengkapannya dibunyikan. Bentuk semacam ini dilakukan oleh seseorang dengan seriusnya untuk beberapa lama sampai orang tersebut jatuh pingsan. Di saat itu taubat  baru dihentikan, karena dianggap orang tersebut telah diterima taubatnya.

Di beberapa masjid atau surau, setelah selesai seorang muadzin adzan, diadakanlah apa yang disebut “puji-pujian”. Dalam pujian-pujian tersebut banyak dibacakan shalawat Nabi, di samping berbagai bacaan lain, baik yang diambil dari Al Qur’an maupun syair-syair. Hal tersebut dilagukan dengan suara keras, selain sebagai pengertian ibadah juga untuk menanti kedatangan imam. Yang demikian itu banyak dijumpai, sementara tuntunan dari Rasulullah yang demikian tidak ada.

Contoh adanya penentuan dan penertiban beberapa bacaan yang dilakukan dalam selamatan atas kematian seseorang atau lainnya pada pengertian yang bisa disebut dengan “tahlilan”. Penentuan yang dimaksud dalam hal ini, selain dari penentuan waktu, seperti pada hari ke 7, ke 40, ke 100, ke 1000 dst, juga penentuan bacaan. Baik jumlah bilangannya, juga penentuan penertibannya. Namun keterangan Al Qur’an dan As Sunnah bahwa hal itu untuk amalan sebagaimana dilakukan itu tidak didapatkan.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar