Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, Latar Belakang, Faktor - Faktor Penyebab, Terjadinya Konfrontasi, Akhir Konfrontasi, Indonesia's confrontation with Malaysia. | Berbagai Reviews

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

20 Juni 2018

Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, Latar Belakang, Faktor - Faktor Penyebab, Terjadinya Konfrontasi, Akhir Konfrontasi, Indonesia's confrontation with Malaysia.

| 20 Juni 2018


Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia - berbagaireviews.com


Konflik antara Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik saling hadap berhadapan atau dikenal dengan konfrontasi, hal ini terjadi dalam satu kawasan (regional)  yang sama yaitu Asia Tenggara. Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962 hingga 1966.

Perang ini berawal dari keinginan Federasi Malaya lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila.

Oleh karena itu, keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Sukarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sekarang dikenal sebagai Malaysia sebagai "boneka Inggris" merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.

Latar belakang Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia.

Latar belakang Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia - berbagaireviews.com


Konfrontasi Indonesia terjadi ketika kerajaan Inggris berniat untuk menyatukan daerah jajahannya di asia tenggara untuk membentuk sebuah negara pesemakmuran Inggris dengan nama Malaysia. Daerah yang akan disatukan diantaranya daerah jajahannya di Borneo (Kalimantan) dan semenanjung malaya. Mendengar hal tersebut, Soekarno menentang rencana Inggris tersebut. Soekarno berpendapat bahwa hal itu dapat menambah kontrol inggris di asia tenggara sehingga dapat mengancam kemerdekaan Indonesia. oleh karena itu Malaysia dianggap Soekarno sebagai boneka Inggris.

Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris.

“Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Sukarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Sukarno terhadap Malaysia pun meledak.    ”

Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September 1963, berlaku ketika para demonstran yang sedang memuncak marah terhadap Presiden Sukarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia[3] dan juga karena serangan pasukan militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia. Ini mengikuti pengumuman Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Selain itu pencerobohan sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase pada 12 April berikutnya.

Sukarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[4] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Sukarno memproklamasikan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato dia yang sangat bersejarah, berikut ini:

"Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu djuga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang adjar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan, kita hadjar tjetjunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat djangan sampai tanah dan udara kita diindjak-indjak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku, aku bakal berangkat ke medan djuang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang enggan diindjak-indjak harga dirinja


Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tundjukkan bahwa kita masih memiliki gigi dan tulang jang kuat dan kita djuga masih memiliki martabat

Yoo...ayoo... kita... Ganjang...
Ganjang... Malaysia
Ganjang... Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satu-satu!

Sukarno.

Faktor - Faktor Penyebab terjadinya Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia.

Faktor - Faktor Penyebab terjadinya Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia - berbagaireviews.com


Konfrontasi terjadi tanggal 26 September 1963 membuat perekonomian yang berada di sekitar perbatasan menjadi lumpuh semua hubungan diplomatik terputus. Sehingga membuat kebutuhan pokok masyarakat semakin sulit dan toko-toko perlahan-lahan tutup, Adapun faktor-faktor tersebut yang bisa penulis simpulkan adanya dua faktor yang pertama faktor internal dan eksternal antar kedua negara :

Faktor Internal Indonesia
  • PKI mempunyai suara terbanyak mendukung politik konfrontasi dan ideologi NASAKOM yang dibuat oleh Ir.Soekarno.
  • Presiden Soekarno ingin memasukkan Kalimantan Utara ke dalam wilayah NKRI.
  • Adanya dukungan TNI-AD untuk mengikuti politik konfrontasi sebagai strategi untuk mengimbangi PKI.
  • Soekarno marah dengan adanya tindakan demonstrasi anti-Indonesian di Malaysia dengan cara menginjak-injak lambang negara Indonesia dan Soekarno melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia.
  • Presiden Soekarno memutuskan hubungan diplomatik dan hubungan ekonomi dengan Malaysia.
  • Adanya pemutusan ekonomi menyebabkan munculnya perdagangan ilegal karena adanya desakan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Faktor Eksternal Indonesia
  • Berhubungan dengan usaha untuk menjadikan Malaysia sebagai anggota PBB yang kemudian hari Malaysia diangkat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Hal inilah dikemudian hari membuat Indonesia keluar dari forum PBB.
  • Malaysia telah melanggar kesepakatan Manila Accord yang telah disepakati oleh ketiga kawasan yaitu Indonesia dan Fillipina.
  • Malaysia tidak mengundang Indonesia dalam pembentukan Federasi Malaysia.
  • Adanya kemauan Inggris dan Amerika dalam menentukan sikap politik di kawasan Asia Tenggara termasuk politik domino.
  • Sedangkan di Malaysia sedang mengalami suatu pergolakan, masyarakat Malaysia ingin merdeka sendiri tapi di balik itu Inggris memainkan peranan politik di Malaysia ditambah ikut sertanya Soekarno yang tidak menyetujui dengan adanya penyatuan Federasi Malaysia.
Fakor Internal Malaysia
  • Adanya keinginan masyarakat Malaysia untuk merdeka.
  • Politik didalam negeri Malaysia, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
  • Ketika Federasi Malaysia terbentuk tanggal 16 September 1963 Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar beberapa hari setelah pembentukan Federasi Malaysia.
Faktor Eksternal Malaysia
  • Filipina memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
  • Malaysia menangkap agen Indonesia dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.
  • Malaysia dilantik oleh Inggris menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB
  • Pemerintah Inggris memforsir kemerdekaan Malaysia dan melakukan kesalahan dalam pelaksanaan Manila Agreement.
  • Fillipina mengklaim atas Sabah yang terletak di Kalimantan pada masa itu oleh Inggris telah dimasukkan dalam wilayah Federasi Malaya.

Adanya faktor - faktor yang terjadi merupakan suatu eskalasi (pertambahan/pengembangan) terhadap suatu konflik terutama dalam hal konfrontasi antara Indonesia-Malaysia, kejadian awalnya adanya persetujuan terhadap Manilla Accord yang telah disepakati oleh masing-masing negara yaitu Indonesia, Filipina dan Malaysia.

Pelanggaran kesepakatan Manilla Accord yang dilakukan oleh Malaysia merupakan hal yang disengaja karena di negara Malaysia sendiri masih ada yang mendukung Inggris dan disatu sisi Indonesia menganggap Malaysia telah melanggar kesepakatan dan memandang Inggris membentuk Federasi Malaya sebagai bentuk kolonial gaya baru (Neo-kolonialisme). Hal inilah menimbulkan konfrontasi sehingga memaksa Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi. Pemutusan hubungan diplomatik dan ekonomi inilah yang menyulitkan masyarakat sekitar perbatasan antara Indonesia-Malaysia.

Perubahan ekonomi pada masa sebelum konfrontasi, saat konfrontasi dan pasca konfrontasi sangat berbeda, sebelum konfrontasi keadaan masyarakat sangat berkecukupan bila ada barang kebutuhan tinggal beli semuanya ada dari perangkat elektronik seperti radio dan televisi, tentu saja perangkat tersebut untuk kalangan berada, jika masyarakat secara umum tentu tidak mengalami kesulitan, pada saat konfrontasi keadaan perekonomian tentu saja sangat menyulitkan masyarakat sehingga menimbulkan masalah baru terutama adanya perdagangan ilegal yang dikenal dengan istilah Semoukil yang dilakukan pertama kali oleh nelayan-nelayan disekitar Kepulauan Riau dengan tujuan memenuhi kebutuhan pokok. Pasca konfrontasi keadaan perekonomian masyarakat berangsur-angsur kembali normal semua bahan pokok mulai masuk dari berbagai daerah dan ketergantungan dengan negara tetangga mulai berkurang.

      Akhir dari konfrontasi yang terjadi selama 3 tahun diselesaikan dengan adanya Konferensi Bangkok tahun 1966 dengan tujuan mengembalikan kedaulatan masing-masing negara yang bertikai, Dunia Internasional telah mengetahui adanya konfrontasi di kawasan Asia Tenggara selama pra konfrontasi negara-negara di Asia Tenggara masih dalam proses pembentukan negara baru (merdeka) sedangkan kedua negara Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas masyarakat di wilayah Malaysia yang hendak dilakukan dekolonialisasi dengan Inggris memilih merdeka sendiri dalam sebuah referendum yang dilaksanakan oleh organisasi internasional yang independen (PBB). Tanggal 16 September 1963 sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan, Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar oleh pihak Malaysia dan hal ini sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris sehingga  memicu konfrontasi tersebut. Sebab konfrontasi tidak terjadi perang karena masyarakat perbatasan tidak mengharapkan terjadinya perang selain itu antara masyarakat perbatasan dan masyarakat di Malaysia merupakan bangsa yang serumpun.

”Persetujuan Manila yang dicapai tanggal 5 Agustus, oleh Presiden Soekarno dengan P.M Tengku Abdul Rahman serta Presiden Filipina Macpagal. Persetujuan itu antara lain menyebutkan, bahwa Filipina dan Indonesia akan mengakui Malaysia bilamana dukungan dari rakyat Serawak dan Sabah serta Brunei telah dibuktikan oleh komisi internasional yang independen serta tidak memihak (PBB), dan bahwa ketiga negara Melayu bersama-sama membentuk gabungan negara Maphilindo”.( Yahya A. Muahimin. 2005:162)

Proses Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia.


Proses Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia - berbagaireviews.com


Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1964 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
  • Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia.
  • Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para perusuh membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi peperangan perbatasan. Pasukan Indonesia dan pasukan tidak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

Komando Aksi Sukarelawan.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris sebagai Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat dan terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, dan RPKAD. Komando ini dipimpin Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsur TNI-AL dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.



Komando Aksi Sukarelawan - berbagaireviews.com


Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu Special Air Service (SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan Indonesia tewas dan 200 pasukan Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi 2006).

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan membunuh pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan menumpas juga Pasukan Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap, Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Sebagai tandingan Olimpiade, Sukarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalui perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (lihat Operasi Claret). Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.

Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.

Akhir Konfrontasi Indonesia.


Akhir Konfrontasi Indonesia karena pemberontakan PKI - berbagaireviews.com


Terjadinya pemberontakan PKI merupakan salah satu penyebab berakhirnya konfrontasi Indonesia - Malaysia, karena pada tahun 1965 Indonesia disibukan dengan pembrontakan tersebut. Walaupun pemberontakan PKI sudah ditangani, hal ini menyebabkan Indonesia meneruskan Konfrensi ke malaysia menjadi berkurang. pada saat itu juga Ir. Soekarno menyerahkan jabatannya sebagai presiden Indonesia kepada Soeharto.

Menjelang akhir 1965, Jenderal Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya Gerakan 30 September. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.

Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, meski diwarnai dengan keberatan Sukarno (yang tidak lagi memegang kendali pemerintahan secara efektif), Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik dan normalisasi hubungan antara kedua negara. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar