Pengertian Non Fiksi.
Non-fiksi adalah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan. Sebuah karya yang pengarangnya mengklaim tanggung jawab kebenaran namun tidak jujur maka adalah suatu penipuan sastra; suatu cerita yang pengarangnya tidak mengklaim tanggung jawab kebenaran maka diklasifikasikan sebagai fiksi.
Non Fiksi adalah karya seni yang bersifat faktual. Hal-hal yang terkandung di dalamnya adalah nyata, benar-benar ada dalam kehidupan kita.
Non-fiksi, yang dapat disajikan baik secara obyektif maupun subyektif, secara tradisional merupakan satu dari dua pembagian utama dari narasi (khususnya dalam penulisan prosa); pembagian tradisional lainnya adalah fiksi, yang berkontras dengan non-fiksi dalam hal penyampaian informasi, peristiwa, dan karakter yang sebagian kecil atau besar merupakan hasil imajinasi.
Karya sastra yang termasuk non-fiksi antara lain adalah jenis karangan eksposisi, argumentasi, fungsional, dan opini; esai mengenai seni atau sastra; biografi; memoar; jurnalisme; serta tulisan-tulisan sejarah, ilmiah, teknis (termasuk elektronika), atau ekonomi.
Pembagian Non Fiksi.
Nonfiksi dibagi menjadi 2, yaitu :
Non-fiksi adalah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan. Sebuah karya yang pengarangnya mengklaim tanggung jawab kebenaran namun tidak jujur maka adalah suatu penipuan sastra; suatu cerita yang pengarangnya tidak mengklaim tanggung jawab kebenaran maka diklasifikasikan sebagai fiksi.
Non Fiksi adalah karya seni yang bersifat faktual. Hal-hal yang terkandung di dalamnya adalah nyata, benar-benar ada dalam kehidupan kita.
Non-fiksi, yang dapat disajikan baik secara obyektif maupun subyektif, secara tradisional merupakan satu dari dua pembagian utama dari narasi (khususnya dalam penulisan prosa); pembagian tradisional lainnya adalah fiksi, yang berkontras dengan non-fiksi dalam hal penyampaian informasi, peristiwa, dan karakter yang sebagian kecil atau besar merupakan hasil imajinasi.
Karya sastra yang termasuk non-fiksi antara lain adalah jenis karangan eksposisi, argumentasi, fungsional, dan opini; esai mengenai seni atau sastra; biografi; memoar; jurnalisme; serta tulisan-tulisan sejarah, ilmiah, teknis (termasuk elektronika), atau ekonomi.
Pembagian Non Fiksi.
Nonfiksi dibagi menjadi 2, yaitu :
- Nonfiksi Murni : adalah buku yang berisi pengembangan berdasarkan data – data yang otentik
- Nonfiksi Kreatif : berawal dari data yang otentik kemudian pengembangannya berdasarkan imajinasi yang pada umumnya dalam bentuk novel, puisi, prosa
Jenis - Jenis Non-Fiksi.
Penerbitan dan toko buku kadang-kadang menggunakan frase "sastra
non-fiksi" untuk membedakan karya yang lebih banyak muatan kesusastraan
atau intelektualnya, dengan koleksi karya non-fiksi umum lainnya yang
jumlahnya lebih besar.
Karangan nonfiksi yaitu karangan yang dibuat berdasarkan fakta, realita, atau hal-hal yang benar-benar dan terjadi dalam keidupan kita sehari-hari. Tulisan nonfiktif biasanya berbentuk tulisan ilmiah dan ilmiah populer, laporan, artikel, feature, skripsi, tesis, desertasi, makalah, dan sebagainya.
Semi-fiksi adalah fiksi yang menerapkan banyak informasi non-fiksi, misalnya penggambaran fiktif yang berdasarkan kisah nyata.
Karangan nonfiksi yaitu karangan yang dibuat berdasarkan fakta, realita, atau hal-hal yang benar-benar dan terjadi dalam keidupan kita sehari-hari. Tulisan nonfiktif biasanya berbentuk tulisan ilmiah dan ilmiah populer, laporan, artikel, feature, skripsi, tesis, desertasi, makalah, dan sebagainya.
Semi-fiksi adalah fiksi yang menerapkan banyak informasi non-fiksi, misalnya penggambaran fiktif yang berdasarkan kisah nyata.
- Makalah akademik
- Penerbitan akademik
- Almanak
- Otobiografi
- Biografi
- Cetak biru
- Laporan buku
- Non-fiksi kreatif
- Dokumen desain
- Diagram
- Buku harian
- Kamus
- Film non-fiksi (misalnya dokumenter)
- Ensiklopedia
- Esai
- Panduan dan manual
- Buku pedoman
- Sejarah
- Jurnal
- Jurnalisme
- Surat
- Kritik sastra
- Memoar
- Sejarah alam
- Filsafat
- Fotografi
- Sains populer
- Bantu mandiri
- Buku ilmiah
- Makalah ilmiah
- Statuta
- Penulisan teknis
- Buku teks
- Tesaurus
- Travelog
- Menulis
- Referensi
Perbedaan Fiksi dan Non Fiksi.
Banyak orang masih bingung membedakan antara karangan fiksi dan nonfiks. Perbedaan antara fiksi dan nonfiksi sebenarnya sangat sederhana.
Batasan antara fiksi dan non-fiksi secara terus-menerus mengabur dan selalu diperdebatkan, khususnya dalam penulisan biografi; sebagaimana perkataan Virginia Woolf: "jika kita berpikir tentang kebenaran sebagai sesuatu yang soliditasnya seperti granit, dan tentang kepribadian sebagai sesuatu yang penggambarannya seperti pelangi, dan merenungkan bahwa tujuan dari biografi adalah untuk menyatukan keduanya menjadi suatu kesatuan yang mulus; kita akan mengakui bahwa masalah yang dihadapi adalah sulit dan bahwa kita tidak perlu heran jika para penulis biografi sebagian besar tidak dapat mengatasinya."
Fiksi adalah jenis tulisan yang hanya berdasarkan imajinasi. Dia hanya rekaan sipenulisnya. Jadi, jenis-jenis karya seni berikut ini merupakan karya Fiksi : Cerita pendek (cerpen), novel, cerita sinetron, telenovela, drama, film drama, film komedi, film horor, film laga.
Nonfiksi adalah tulisan-tulisan yang isinya bukanlah fiktif, bukan hasil imajinasi/rekaan si penulisnya. Dengan kata lain, nonfiksi adalah karya seni yang bersifat ofktual. Hal-hal yang terkandung di dalamnya adalah nyata., benar-benar ada dalam kehidupan kita. Jadi, jenis-jenis karya seni berikut ini merupakan karya nonfiksi : Aetikel, opini, resensi buku, karangan ilmiah, skripsi, tesis, tulisan-tilisan yang berisi pengalaman pribadi si penulisnya (seperti diary, chiken soup for the soul, laporan perjalanan wisata), berita di koran/majalah/tabloid, film dokumenter, dan masih banyak lagi.
Perbedaan antara fiksi dan nonfiksi hanya terletak pada masalah faktual atau tidak, imajiner atau tidak. Jadi, perbedaan antar keduanya sama sekali tidak ada hubungannya dengan gaya bahasa atau apapun selain masalah fakta atau imajiner.
Dengan demikian, bisa saja tulisan nonfiksi menggunakan gaya bahasa yang “nyastra”, mendayu-dayu, berbunga-bunga, sebagaimana halnya yang sering kita temukan pada naskah-naskah serita pendek (cerpen) atau novel. Tulisan nonfiksi bisa saja menggunakan bahasa yang sangat serius atu sangat santai dan selengekan.
Secara teori bisa saja cerpen atau novel menggunkan bahasa yang serius dan formal seperti sekripsi atau karangan ilmiah. Ya, itu bisa saja. Kenapa tidak? Jangan katakan itu tidak mungkin, sebab siapa tahu suatu saat nanti ada penulis yng berhasil menulis novel dengan menggunakan bahasa ilmiah, tetapi tetap asik untuk dibaca.
Didunia jurnalistik, kita juga mengenal istilah “jurnalisme sastra” yakni penulis berita (nonfiksi) yang menggunakan bahasa sastra, sehinga berita-berita yang kita temukan dimajalah tertentu akan terasa seperti novel. Padahal yang ditulis disana adalh kisah nyata atau fakta, atau nonfiksi.
Contoh Resensi Buku Non Fiksi.
Judul Buku : God, Do You Speak English?
Pengarang : Jeff Kristianto, Nina Silvia, Rini Hanifa
Penerbit : Rene Books
Tahun Terbit : 2013
Tebal Halaman : 348 halaman
Sinopsis Buku :
Conto Resensi Buku Non Fiksi –
Pengarang : Jeff Kristianto, Nina Silvia, Rini Hanifa
Penerbit : Rene Books
Tahun Terbit : 2013
Tebal Halaman : 348 halaman
Sinopsis Buku :
Conto Resensi Buku Non Fiksi –
Buku ini menceritakan tentang para penulis dengan tempat-tempat yang mereka singgahi. Tiga penulis buku ini adalah sukarelawan lembaga sukarelawan internasional Voluntary Service Organization (VSO) Indonesia. Mereka adalah Jeff Kristianto, Nina Silvia, dan Rini Hanifa.
Mereka datang dari beragam latar belakang. Jeff pemilik usaha kerajinan dan restoran di Bali. Nina bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Padang dan Rini staf lembaga donor internasional. Ketiganya bergabung sebagai volunteer VSO, sebagai angkatan pertama voluntir Indonesia, di masing-masing negara penempatan.
Jeff bekerja mendukung perajin-perajin di Tajikistan, bekas negara jajahan Uni Soviet di Asia. Nina membantu lembaga pendukung suku asli di Bangladesh. Sedangkan Rini ditempatkan di Guyana, Amerika Latin untuk bekerja bersama LSM lokal. Mereka bekerja dan digaji standar minimal negara penempatan.Karena telah hidup dengan warga sekitar, mereka berinteraksi dan mengalami cerita-cerita lucu dan mengharukan.
Karena itulah, buku ini tak sekadar cerita namun seolah memiliki nyawa. Ketiga penulis adalah bagian dari cerita itu sendiri. Maka, mereka menceritakan sesuatu yang tak mungkin didapatkan jika perjalanan tersebut semata untuk berpetualang.
Kelebihan Buku :
Buku ini sangat menarik dari segi judul, karena membawa nama Tuhan atau “God”.
Cerita dari ketiga penulis ini sangat menginspirasi.
Kekurangan Buku :
Banyak istilah dalam buku yang orang awam mungkin akan susah untuk mengerti.
Cerita yang ditulis dari Nina Silvia seolah seperti bernarasi, pembaca akan lelah untuk mengikuti alur cerita.
Mereka datang dari beragam latar belakang. Jeff pemilik usaha kerajinan dan restoran di Bali. Nina bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Padang dan Rini staf lembaga donor internasional. Ketiganya bergabung sebagai volunteer VSO, sebagai angkatan pertama voluntir Indonesia, di masing-masing negara penempatan.
Jeff bekerja mendukung perajin-perajin di Tajikistan, bekas negara jajahan Uni Soviet di Asia. Nina membantu lembaga pendukung suku asli di Bangladesh. Sedangkan Rini ditempatkan di Guyana, Amerika Latin untuk bekerja bersama LSM lokal. Mereka bekerja dan digaji standar minimal negara penempatan.Karena telah hidup dengan warga sekitar, mereka berinteraksi dan mengalami cerita-cerita lucu dan mengharukan.
Karena itulah, buku ini tak sekadar cerita namun seolah memiliki nyawa. Ketiga penulis adalah bagian dari cerita itu sendiri. Maka, mereka menceritakan sesuatu yang tak mungkin didapatkan jika perjalanan tersebut semata untuk berpetualang.
Kelebihan Buku :
Buku ini sangat menarik dari segi judul, karena membawa nama Tuhan atau “God”.
Cerita dari ketiga penulis ini sangat menginspirasi.
Kekurangan Buku :
Banyak istilah dalam buku yang orang awam mungkin akan susah untuk mengerti.
Cerita yang ditulis dari Nina Silvia seolah seperti bernarasi, pembaca akan lelah untuk mengikuti alur cerita.
Contoh Cerita Non Fiksi.
"Kotak Pemberian Nenek"
Waktu sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB ketika bus Ekonomi AC jurusan Jogja sampai di kota Solo. Di tempat duduk paling belakang bus tersebut, duduk seorang perempuan paruh baya yang diketahui bernama Sri. Wajahnya terlihat lelah namun ada kebahagiaan tercermin dari tatapan matanya. Sri tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan bergegas mengampiri kondektur bus yang berada di samping supir. Suasana di bus sepi karena semua penumpang masih terlelap.
“Pak sepertinya saya mencium bau kabel terbakar dari bus ini. Apa Bapak juga menciumnya?”
Tanpa pikir panjang sang kondektur langsung menjawab “tidak” meskipun sangat terlihat keraguan dari nada bicara laki-laki itu.
“Tapi Pak, saya yakin mencium bau kabel terbakar dari bus ini?”
“Saya bilang tidak ya tidak. Jika ibu tidak percaya silahkan ibu boleh keluar dari bus ini. Saya akan kembalikan uang ibu setengahnya.” Dengan kasarnya sang kondektur menyerahkan uang yang dijanjikannya kepada Sri. Hampir semua penumpang terbangun karena suara kerasnya.
Sri berjalan agak pelan menuju tempat duduknya. Ketika sampai di baris kursi ketiga, ia berhenti. Ia melihat seorang ibu yang membawa tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Melihat itu, Sri teringat dengan kedua anaknya yang ia titipkan di rumah ibunya.
“Ibu mau ikut saya tidak?”
“Aduh gimana ya? Masalahnya saya baru sekali ini pergi ke Jogja dan saya tidak tahu daerah sini. Suami saya juga sudah jemput di terminal Jogja.”
“Ibu tenang saja. Insya Allah saya antar Ibu sampai ke terminal Jogja. Tapi mungkin baru ada bus jam 05.00. Bagaimana Bu?”
“Ya udah saya ikut.”
Keduanya kemudian berjalan bersama menuju kursi yang tadinya diduduki oleh Sri. Tepat di baris kursi kelima, Sri kembali berhenti. Kali ini ia melihat perempuan yang sudah renta duduk disana. Ia jadi teringat dengan sosok perempuan yang sudah lama ia rindukan yaitu ibunya.
“Ibu juga mau ikut dengan saya?”
“Aduh Nak, apa tidak merepotkanmu jika saya ikut?”
“Tentu tidak Bu. Saya justru sangat senang jika bisa mengantarkan ibu ke tempat tujuan Ibu.”
“Kalau begitu saya ikut, Nak.” Nenek itu tersenyum kepada Sri.
Setelah mengambil tas bawaannya, Sri, nenek, serta sang ibu dan ketiga anaknya turun dari bus itu. Baru beberapa menit keluar dari bus yang ditumpangi mereka, terdengar suara ledakan keras tak jauh dari tempat mereka istirahat. Ketika Sri berjalan untuk melihat ternyata suara ledakan itu berasal dari bus yang baru saja ia tinggalkan. Sang nenek dan ibu tiga anak itu segara sujud, bersyukur atas keselamatan yang diberikan kepada mereka semua.
Setelah mengantar sang ibu dan ketiga anaknya ke terminal Jogja, Sri memutuskan untuk pergi mengantar nenek ke rumahnya terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan, mereka berbincang-bincang mengenai berbagai hal hingga sampailah mereka pada topik kehidupan pribadi masing-masing.
“Nak, kalau boleh tahu apa yang menyebabkanmu pergi sejauh ini dan menitipkan kedua anakmu yang masih kecil kepada ibumu?” Tanya nenek dengan suara lembut.
“Sebenarnya saya sendiri tidak tega meninggalkan mereka tapi keadaan yang memaksa saya melakukan hal itu. Suami saya meninggal ketika anak saya masih berusia 1 dan 2 tahun. Saya harus memikirkan masa depan mereka makanya saya akhirnya pergi sejauh ini, yah untuk sekedar mencari sesuap nasi, Bu. Ini saja baru pertama kalinya saya pulang semenjak 1 tahun lalu meninggalkan anak-anak saya. Kalau Ibu kenapa Ibu pergi sejauh ini sendiri. Dimana anak Ibu?”
Sang nenek tersenyum kemudian melanjutkan berbicara. “Saya tidak punya anak, Nak. Makanya ketika nak Sri nawarin untuk ikut saya langsung mau karena saya tahu nak Sri itu orang yang baik. Sebenarnya saya pernah menikah tapi kemudian saya bercerai karena sesuatu hal yang sangat pribadi.”
“Maaf ya Bu jika saya ada salah kata.”
“Tidak apa-apa Nak. Oh ya kita sudah sampai di rumah saya.”
Sri sangat terkejut melihat rumah sang nenek yang begitu besar dan indah. Untuk sejenak Sri terdiam. Kemudian sang nenek menyuruhnya masuk ke dalam rumah.
“Nak Sri tunggu di sini sebentar ya.” Sri kemudian duduk di sofa ruang tamu.
Sesaat kemudian sang nenek datang dengan sebuah kotak di tangannya. “Nak Sri terimalah ini. Jangan kamu tolak karena akan sangat menyakitkan jika kamu menolak pemberianku. Gunakan itu sebaik-baiknya. Jika kamu sudah sampai di rumah, sampaikan salamku pada ibu dan kedua anakmu. Katakan juga bahwa mereka sangat beruntung memilikimu.” Sang nenek memeluk Sri. Air mata mengalir dari kedua mata orang yang sedang berpelukan itu.
“Terima kasih ya Bu. Insya Allah jika saya ada rejeki, saya akan mengajak ibu dan anak saya main ke rumah Ibu. Saya pamit pulang dulu ya Bu. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Perjalanan ke rumah Sri hanya 1 jam dari Jogja. Selama di perjalanan, Sri tidak berani membuka kotak pemberian nenek itu. Hingga akhirnya ia sampai di rumahnya. Ibu dan kedua anaknya sudah menyambutnya di halaman depan rumah. Dipeluknya ibu dan kedua anaknya yang sudah lama ia rindukan. Air mata mengalir tak terbendung dari mata Sri. Berkali-kali ia ucapkan syukur karena Allah masih memberinya umur panjang dan bertemu dengan ibu dan kedua anaknya.
Sri kemudian ingat dengan kotak pemberian nenek tadi. Ia pun segera membuka kotak itu di depan ibu dan anaknya. Sri sangat terkejut ketika melihat ada banyak emas di dalam kotak itu. Ia langsung bersimpuh dalam sujud dan bersyukur atas rejeki yang bagitu besar yang Allah berikan kepada keluarganya itu.
Contoh Cerita Non Fiksi.
“Pak sepertinya saya mencium bau kabel terbakar dari bus ini. Apa Bapak juga menciumnya?”
Tanpa pikir panjang sang kondektur langsung menjawab “tidak” meskipun sangat terlihat keraguan dari nada bicara laki-laki itu.
“Tapi Pak, saya yakin mencium bau kabel terbakar dari bus ini?”
“Saya bilang tidak ya tidak. Jika ibu tidak percaya silahkan ibu boleh keluar dari bus ini. Saya akan kembalikan uang ibu setengahnya.” Dengan kasarnya sang kondektur menyerahkan uang yang dijanjikannya kepada Sri. Hampir semua penumpang terbangun karena suara kerasnya.
Sri berjalan agak pelan menuju tempat duduknya. Ketika sampai di baris kursi ketiga, ia berhenti. Ia melihat seorang ibu yang membawa tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Melihat itu, Sri teringat dengan kedua anaknya yang ia titipkan di rumah ibunya.
“Ibu mau ikut saya tidak?”
“Aduh gimana ya? Masalahnya saya baru sekali ini pergi ke Jogja dan saya tidak tahu daerah sini. Suami saya juga sudah jemput di terminal Jogja.”
“Ibu tenang saja. Insya Allah saya antar Ibu sampai ke terminal Jogja. Tapi mungkin baru ada bus jam 05.00. Bagaimana Bu?”
“Ya udah saya ikut.”
Keduanya kemudian berjalan bersama menuju kursi yang tadinya diduduki oleh Sri. Tepat di baris kursi kelima, Sri kembali berhenti. Kali ini ia melihat perempuan yang sudah renta duduk disana. Ia jadi teringat dengan sosok perempuan yang sudah lama ia rindukan yaitu ibunya.
“Ibu juga mau ikut dengan saya?”
“Aduh Nak, apa tidak merepotkanmu jika saya ikut?”
“Tentu tidak Bu. Saya justru sangat senang jika bisa mengantarkan ibu ke tempat tujuan Ibu.”
“Kalau begitu saya ikut, Nak.” Nenek itu tersenyum kepada Sri.
Setelah mengambil tas bawaannya, Sri, nenek, serta sang ibu dan ketiga anaknya turun dari bus itu. Baru beberapa menit keluar dari bus yang ditumpangi mereka, terdengar suara ledakan keras tak jauh dari tempat mereka istirahat. Ketika Sri berjalan untuk melihat ternyata suara ledakan itu berasal dari bus yang baru saja ia tinggalkan. Sang nenek dan ibu tiga anak itu segara sujud, bersyukur atas keselamatan yang diberikan kepada mereka semua.
Setelah mengantar sang ibu dan ketiga anaknya ke terminal Jogja, Sri memutuskan untuk pergi mengantar nenek ke rumahnya terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan, mereka berbincang-bincang mengenai berbagai hal hingga sampailah mereka pada topik kehidupan pribadi masing-masing.
“Nak, kalau boleh tahu apa yang menyebabkanmu pergi sejauh ini dan menitipkan kedua anakmu yang masih kecil kepada ibumu?” Tanya nenek dengan suara lembut.
“Sebenarnya saya sendiri tidak tega meninggalkan mereka tapi keadaan yang memaksa saya melakukan hal itu. Suami saya meninggal ketika anak saya masih berusia 1 dan 2 tahun. Saya harus memikirkan masa depan mereka makanya saya akhirnya pergi sejauh ini, yah untuk sekedar mencari sesuap nasi, Bu. Ini saja baru pertama kalinya saya pulang semenjak 1 tahun lalu meninggalkan anak-anak saya. Kalau Ibu kenapa Ibu pergi sejauh ini sendiri. Dimana anak Ibu?”
Sang nenek tersenyum kemudian melanjutkan berbicara. “Saya tidak punya anak, Nak. Makanya ketika nak Sri nawarin untuk ikut saya langsung mau karena saya tahu nak Sri itu orang yang baik. Sebenarnya saya pernah menikah tapi kemudian saya bercerai karena sesuatu hal yang sangat pribadi.”
“Maaf ya Bu jika saya ada salah kata.”
“Tidak apa-apa Nak. Oh ya kita sudah sampai di rumah saya.”
Sri sangat terkejut melihat rumah sang nenek yang begitu besar dan indah. Untuk sejenak Sri terdiam. Kemudian sang nenek menyuruhnya masuk ke dalam rumah.
“Nak Sri tunggu di sini sebentar ya.” Sri kemudian duduk di sofa ruang tamu.
Sesaat kemudian sang nenek datang dengan sebuah kotak di tangannya. “Nak Sri terimalah ini. Jangan kamu tolak karena akan sangat menyakitkan jika kamu menolak pemberianku. Gunakan itu sebaik-baiknya. Jika kamu sudah sampai di rumah, sampaikan salamku pada ibu dan kedua anakmu. Katakan juga bahwa mereka sangat beruntung memilikimu.” Sang nenek memeluk Sri. Air mata mengalir dari kedua mata orang yang sedang berpelukan itu.
“Terima kasih ya Bu. Insya Allah jika saya ada rejeki, saya akan mengajak ibu dan anak saya main ke rumah Ibu. Saya pamit pulang dulu ya Bu. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Perjalanan ke rumah Sri hanya 1 jam dari Jogja. Selama di perjalanan, Sri tidak berani membuka kotak pemberian nenek itu. Hingga akhirnya ia sampai di rumahnya. Ibu dan kedua anaknya sudah menyambutnya di halaman depan rumah. Dipeluknya ibu dan kedua anaknya yang sudah lama ia rindukan. Air mata mengalir tak terbendung dari mata Sri. Berkali-kali ia ucapkan syukur karena Allah masih memberinya umur panjang dan bertemu dengan ibu dan kedua anaknya.
Sri kemudian ingat dengan kotak pemberian nenek tadi. Ia pun segera membuka kotak itu di depan ibu dan anaknya. Sri sangat terkejut ketika melihat ada banyak emas di dalam kotak itu. Ia langsung bersimpuh dalam sujud dan bersyukur atas rejeki yang bagitu besar yang Allah berikan kepada keluarganya itu.
Contoh Cerita Non Fiksi.
"My Bike Brings Me To Future ".
Masa kanak-kanak adalah masa dimana kita mulai belajar tentang kehidupan ini termasuk belajar bersepeda. Aku masih berusia 4 tahun ketika belajar bersepeda. Satu dua tiga ku kayuh sepeda kecilku itu tanpa rasa takut. Keceriaan dapat mengayuh sepeda untuk pertama kalinya membuatku tak melihat ada batu besar di depan sepedaku. Akibatnya aku terjatuh dari sepedaku dan darah keluar dari dagu bagian kananku. Aku tidak menangis karena rasa sakit daguku yang menghantam rem sepeda sampai membentuk cekungan tetapi aku menangis karena aku melihat banyak darah keluar dari sana dan kejadian itu tidak pernah menyurutkan tekadku untuk belajar bersepeda.
Tekadku untuk bersepeda tetap teguh sampai aku beranjak remaja. Ku kayuh sepeda pemberian ibuku menuju SMP N 3 Purworejo yang berjarak 10 km dari rumahku. Meskipun keringat membasahi seluruh tubuhku, aku tak pernah lelah mengayuh. Ku kayuh terus sepedaku melewati jalanan terjal, berliku, dan menanjak. Aku tak pernah mengeluh dan aku tidak pernah meminta untuk mengganti sepedaku dengan kendaraan bermotor karena sepeda mengajarkanku arti sebuah usaha, usaha untuk mencapai kesuksesan. Sepedaku pula yang mengantarkanku pada teman-teman terbaikku hingga aku beranjak SMA.
SMA dengan siswa-siswi yang penuh gengsi dan prestise tidak mempengaruhiku untuk berhenti bersepeda. Meski sepedaku mulai usang, tak apa bagiku untuk memakainya ke sekolah. Selain baik untuk kesehatan, setidaknya bersepeda bisa mengurangi emisi CO2 dan mengurangi biaya untuk beli bensin kan? Pemikiran-pemikiran seperti itu yang selalu aku tanamkan jika aku mulai goyah untuk tetap bersepeda. Selain itu sepeda selalu menemaniku kemana pun dan dengan siapa pun aku pergi termasuk dengan sahabatku, Rina. Setiap pulang dari sekolah, kami selalu melakukan touring kecil menggunakan sepedaku itu, entah hanya main ke bukit belakang sekolah ataupun hunting jajanan di alun-alun kota. Sampai kelulusan SMA dan sekarang pun sepedaku sangat berarti bagiku karena my bike brings me to future.
Friendship atau persahabatan adalah sesuatu hal yang penting di dalam hidup ini. Bukankah lebih baik hanya memilki satu teman tetapi tidak punya musuh daripada punya banyak teman tapi punya satu musuh. Gak gitu juga sih. Terkadang kita juga membutuhkan musuh agar hidup lebih berwarna tapi jangan banyak-banyak juga. Sudahlah lupakan soal itu. Sebenarnya disini aku ingin sedikit bercerita bgaaimana sih kita dapat melihat sahabat-sahabat kita.
Aku benar-benar baru merasakan arti penting sahabat baru-baru ini. Yah mungkin dulu aku menganggap sahabat hanya untuk di kala senang dan bercanda tawa, bersenang riang dan juga sebagai tempat saling curhat berbagai masalah. Just it. Dan aku benar-benar baru merasakan rasanya perhatian dan kasih sayang dari sahabat-sahabatku di sini.
Aku perkenalkan satu per satu yaaa. Yang pertama ada Fitria Slameut. Sebelumnya aku pengen minta maaf dulu ke Fitria soalnya pernah salah menyebut namanya di depan umum waktu presentasi PKM. Maaf ya Pit. Waktu aku sakit, Fitrialah yang paling menjaga asupan giziku serta mengatur waktu minum obatku. Padahal Fitria sebelumnya jarang masak tapi demi aku dia rela-relain masak tiap hari. Pokoknya dari nasi hingga sayur yang akan aku makan sehari itu disiapin sendiri oleh Fitria. Aku sangat terharu ketika Fitria merelakan waktunya yang seharusnya ia bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga ia justru gunakan untuk merawatku. Aku benar-benar merasa sedih melihat kontrakan yang semakin sepi tetapi Fitria tetap bersedia menemaniku. Bahkan ketika aku ada pengganti UP Penkom, dia bersedia mengantarku dan menemaniku hingga ternyata akhirnya UP Penkom diundur 1 hari. Di saat penantian keputusan tersebut aku menangis, bukan karena UP yang dibatalkan tetapi karena aku merasa bersalah kepada Fitria yang sudah menunggu lama untuk menemaniku UP ternyata akhirnya tidak dilaksanakan. Tubuhku sangat lemah, aku menjadi tidak nafsu makan tetapi Fitria selalu sabar dan bertanya kepadaku apa yang aku mau. Saat itu aku hanya ingin makan buah pisang dan segera setelah aku berkata demikian, Fitria langsung membelikakanku buah pisang.
Masa kanak-kanak adalah masa dimana kita mulai belajar tentang kehidupan ini termasuk belajar bersepeda. Aku masih berusia 4 tahun ketika belajar bersepeda. Satu dua tiga ku kayuh sepeda kecilku itu tanpa rasa takut. Keceriaan dapat mengayuh sepeda untuk pertama kalinya membuatku tak melihat ada batu besar di depan sepedaku. Akibatnya aku terjatuh dari sepedaku dan darah keluar dari dagu bagian kananku. Aku tidak menangis karena rasa sakit daguku yang menghantam rem sepeda sampai membentuk cekungan tetapi aku menangis karena aku melihat banyak darah keluar dari sana dan kejadian itu tidak pernah menyurutkan tekadku untuk belajar bersepeda.
Tekadku untuk bersepeda tetap teguh sampai aku beranjak remaja. Ku kayuh sepeda pemberian ibuku menuju SMP N 3 Purworejo yang berjarak 10 km dari rumahku. Meskipun keringat membasahi seluruh tubuhku, aku tak pernah lelah mengayuh. Ku kayuh terus sepedaku melewati jalanan terjal, berliku, dan menanjak. Aku tak pernah mengeluh dan aku tidak pernah meminta untuk mengganti sepedaku dengan kendaraan bermotor karena sepeda mengajarkanku arti sebuah usaha, usaha untuk mencapai kesuksesan. Sepedaku pula yang mengantarkanku pada teman-teman terbaikku hingga aku beranjak SMA.
SMA dengan siswa-siswi yang penuh gengsi dan prestise tidak mempengaruhiku untuk berhenti bersepeda. Meski sepedaku mulai usang, tak apa bagiku untuk memakainya ke sekolah. Selain baik untuk kesehatan, setidaknya bersepeda bisa mengurangi emisi CO2 dan mengurangi biaya untuk beli bensin kan? Pemikiran-pemikiran seperti itu yang selalu aku tanamkan jika aku mulai goyah untuk tetap bersepeda. Selain itu sepeda selalu menemaniku kemana pun dan dengan siapa pun aku pergi termasuk dengan sahabatku, Rina. Setiap pulang dari sekolah, kami selalu melakukan touring kecil menggunakan sepedaku itu, entah hanya main ke bukit belakang sekolah ataupun hunting jajanan di alun-alun kota. Sampai kelulusan SMA dan sekarang pun sepedaku sangat berarti bagiku karena my bike brings me to future.
Friendship atau persahabatan adalah sesuatu hal yang penting di dalam hidup ini. Bukankah lebih baik hanya memilki satu teman tetapi tidak punya musuh daripada punya banyak teman tapi punya satu musuh. Gak gitu juga sih. Terkadang kita juga membutuhkan musuh agar hidup lebih berwarna tapi jangan banyak-banyak juga. Sudahlah lupakan soal itu. Sebenarnya disini aku ingin sedikit bercerita bgaaimana sih kita dapat melihat sahabat-sahabat kita.
Aku benar-benar baru merasakan arti penting sahabat baru-baru ini. Yah mungkin dulu aku menganggap sahabat hanya untuk di kala senang dan bercanda tawa, bersenang riang dan juga sebagai tempat saling curhat berbagai masalah. Just it. Dan aku benar-benar baru merasakan rasanya perhatian dan kasih sayang dari sahabat-sahabatku di sini.
Aku perkenalkan satu per satu yaaa. Yang pertama ada Fitria Slameut. Sebelumnya aku pengen minta maaf dulu ke Fitria soalnya pernah salah menyebut namanya di depan umum waktu presentasi PKM. Maaf ya Pit. Waktu aku sakit, Fitrialah yang paling menjaga asupan giziku serta mengatur waktu minum obatku. Padahal Fitria sebelumnya jarang masak tapi demi aku dia rela-relain masak tiap hari. Pokoknya dari nasi hingga sayur yang akan aku makan sehari itu disiapin sendiri oleh Fitria. Aku sangat terharu ketika Fitria merelakan waktunya yang seharusnya ia bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga ia justru gunakan untuk merawatku. Aku benar-benar merasa sedih melihat kontrakan yang semakin sepi tetapi Fitria tetap bersedia menemaniku. Bahkan ketika aku ada pengganti UP Penkom, dia bersedia mengantarku dan menemaniku hingga ternyata akhirnya UP Penkom diundur 1 hari. Di saat penantian keputusan tersebut aku menangis, bukan karena UP yang dibatalkan tetapi karena aku merasa bersalah kepada Fitria yang sudah menunggu lama untuk menemaniku UP ternyata akhirnya tidak dilaksanakan. Tubuhku sangat lemah, aku menjadi tidak nafsu makan tetapi Fitria selalu sabar dan bertanya kepadaku apa yang aku mau. Saat itu aku hanya ingin makan buah pisang dan segera setelah aku berkata demikian, Fitria langsung membelikakanku buah pisang.
Aku semakin merasa sedih dan bersalah, makanya aku menitikkan air mata di ruang BEM A waktu itu. Yang terakhir ketika Fitria mengantarkanku pergi ke terminal. Aku masih sangat ingat ketika Fitria bercerita bagaimana ia pulang ke rumahnya di Cianjur. Aku ingat sekali Fitria mengatakan bahwa ia kalau pulang melalui jalan baru. Kemudian di jalan baru itulah ia menunggu bis yang menuju Puncak Cianjur. Aku ingat sekali perkataan itu tetapi Fitria menyangkal kalau ia pulang lewat jalan baru. Ia hanya mengaku bahwa kalau ia pulang ia harus ke baranangsiang dahulu. Aku tahu ia berbohong. Ia sengaja seperti itu agar ia dapat menemaniku hingga aku masuk ke dalam bis yang aku tumpangi sampai ke rumah. Aku kembali merasa sedih dan bersalah kepadanya. Seharusnya ia bisa sampai rumah lebih awal jika ia tidak menemaniku hingga aku duduk di dalam bisku. Tapi seperti biasa ia tetap memilih untuk menemaniku. Terima kasih banyak sahabatku. Aku tak tahu harus bagaimana untuk mengucapkan terima kasih kepadamu.
Sahabatku yang kedua ini orangnya selalu bikin ketawa dan benar-benar sangat perhatian kepadaku. Namanya Nopionna. Seperti yang sebelumnya kukatakan, sahabatku yang satu ini kocak dan selalu membuatku dan Fitria selalu tertawa. Tetapi terkadang ia sangat serius dan terlihat cool tetapi itu hanyalah sementara karena memang wajahnya yang selalu ceria. dan lucu. Tau gak demi aku dia rela lho buat mundurin jadwal kepulangannya. Padahal aku tau banget waktu tanggal 17 itu dia udah packing dengan tasnya. Aku udah liat. Bahkan aku udah mau nanyain kapan Nopi pulang? Tapi ternyata melihat kondisiku yang lemah tak berdaya (lebay) dia mengurungkan niatnya untuk pulang dan menemaniku di kontrakan. Aku semakin terharu dengan sikap kedua sahabatku ini. Tanpa sepengetahuan mereka aku sering menangis dimalam hari ketika aku teringat kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan kepadaku tetapi aku tidak bisa membalasnya. Setiap saat nopi selalu menanyakan kondisiku. apakah sudah membaik atau belum. Essy butuh apa nanti nopi yang beliin. Semua itu membuatku ingin selalu menangis. Ketika nopi yang gak diduga-duga mencucikan bajuku sampai-sampai ia rela meng”kerok”i aku padahal dia bener-bener alergi sama bau minyak kayu putih. Tapi dia benar-benar meng”kerok”i aku sampai selesai. Aku yang awalnya mau bertanya mengurungkan niatku dan terdiam dalam kerokan nopi. Kemudian ketika nopi yang juga menemaniku menunggu keputusan pelaksanaan UP dari jam 09.00 hingga jam 13.00 yang akhirnya diputuskan bahwa UP diundur hingga besok. Aku sedih karena merasa pengorbanan temanku sia-sia. Sungguh saat itu aku sangat sedih. Tapi kedua sahabatku ini selalu bisa menghiburku apalagi dengan tingkah laku lucunya nopionna.
Ada lagi sahabatku yang namanya Istiq sama Elis. Saat aku masih belum terlalu parah bahkan mereka mengunjungiku dan memberikanku semangkuk bubur kacang hijau hangat dan juga coklat silverqueen dari istiq. Kemudiaan tanpa bantuan mbak Isti mungkin sampai aku pulang aku tidak mendapatkan pengobatan yang semestinya. Kemudian support dari Dinar, Umi, Nune, Arbay, Istiq, Elis, Mbak Isti, Mb Anik, Ka Teki, Ka Tatang, Ka Maw, Ka Junjun, Ka Dani, Ka Andri, Ka Afif, Ka Septian, Ikrom, Mb Vita, Mb Lusia, Mb Rusty, Mb Ayun, Mb Kiky, Deny, Mey, Arly, sampai ke adik-adik forces 10, tanpa doa dan semangat dari kalian mungkin aku gak akan pulih secepat ini. Terima kasih banyak semuanya.
Sahabatku yang kedua ini orangnya selalu bikin ketawa dan benar-benar sangat perhatian kepadaku. Namanya Nopionna. Seperti yang sebelumnya kukatakan, sahabatku yang satu ini kocak dan selalu membuatku dan Fitria selalu tertawa. Tetapi terkadang ia sangat serius dan terlihat cool tetapi itu hanyalah sementara karena memang wajahnya yang selalu ceria. dan lucu. Tau gak demi aku dia rela lho buat mundurin jadwal kepulangannya. Padahal aku tau banget waktu tanggal 17 itu dia udah packing dengan tasnya. Aku udah liat. Bahkan aku udah mau nanyain kapan Nopi pulang? Tapi ternyata melihat kondisiku yang lemah tak berdaya (lebay) dia mengurungkan niatnya untuk pulang dan menemaniku di kontrakan. Aku semakin terharu dengan sikap kedua sahabatku ini. Tanpa sepengetahuan mereka aku sering menangis dimalam hari ketika aku teringat kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan kepadaku tetapi aku tidak bisa membalasnya. Setiap saat nopi selalu menanyakan kondisiku. apakah sudah membaik atau belum. Essy butuh apa nanti nopi yang beliin. Semua itu membuatku ingin selalu menangis. Ketika nopi yang gak diduga-duga mencucikan bajuku sampai-sampai ia rela meng”kerok”i aku padahal dia bener-bener alergi sama bau minyak kayu putih. Tapi dia benar-benar meng”kerok”i aku sampai selesai. Aku yang awalnya mau bertanya mengurungkan niatku dan terdiam dalam kerokan nopi. Kemudian ketika nopi yang juga menemaniku menunggu keputusan pelaksanaan UP dari jam 09.00 hingga jam 13.00 yang akhirnya diputuskan bahwa UP diundur hingga besok. Aku sedih karena merasa pengorbanan temanku sia-sia. Sungguh saat itu aku sangat sedih. Tapi kedua sahabatku ini selalu bisa menghiburku apalagi dengan tingkah laku lucunya nopionna.
Ada lagi sahabatku yang namanya Istiq sama Elis. Saat aku masih belum terlalu parah bahkan mereka mengunjungiku dan memberikanku semangkuk bubur kacang hijau hangat dan juga coklat silverqueen dari istiq. Kemudiaan tanpa bantuan mbak Isti mungkin sampai aku pulang aku tidak mendapatkan pengobatan yang semestinya. Kemudian support dari Dinar, Umi, Nune, Arbay, Istiq, Elis, Mbak Isti, Mb Anik, Ka Teki, Ka Tatang, Ka Maw, Ka Junjun, Ka Dani, Ka Andri, Ka Afif, Ka Septian, Ikrom, Mb Vita, Mb Lusia, Mb Rusty, Mb Ayun, Mb Kiky, Deny, Mey, Arly, sampai ke adik-adik forces 10, tanpa doa dan semangat dari kalian mungkin aku gak akan pulih secepat ini. Terima kasih banyak semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar