Al - Bashir, Arti dan Makna Al - Bashir (Melihat). | Berbagai Reviews

Kumpulan Artikel Pendidikan Pengetahuan dan Wawasan Dunia

21 September 2017

Al - Bashir, Arti dan Makna Al - Bashir (Melihat).

| 21 September 2017

Al-Bashir berasal dari kata ba-sha-ra, yang arti harfiahnya adalah “melihat”. Dalam pengertian yang lebih luas, bashara bisa berarti ilmu atau kejelasan. Nabi Yusuf, sebagaimana dikutip dalam al-Qur’an, senantiasa melakukan dakwah kepada para terpidana dan petugas di lingkungan penjara dengan mengatakan: “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan bukti yang sangat jelas dan nyata (bashirah),” (QS. Yusuf: 108).


Al - Bashir Asmaul Husna - berbagaireviews.com

Arti lain, seperti yang sering dipakai oleh kaum sufi, adalah mata hati atau mata batin. Ada pula yang menyebutnya dengan indera keenam. Apa pun namanya, seseorang yang telah memiliki bashirah akan mampu melihat hal-hal yang ghaib. Ketika melihat sesuatu, ia tidak hanya melihat dengan mata kepalanya saja, tetapi menggunakan mata batinnya yang dapat menembus batas ruang dan waktu.

Bashirah dalam pengertian yang kedua tersebut hanya diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa berusaha mendekat atau melakukan taqarrub kepada Allah. Salah satu hamba-Nya yang jelas-jelas telah memiliki bashirah adalah Muhammad saw, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an: “Telah diperlihatkan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (Al-Israa: 1).

Nama Allah, Al Bashiiru ( البصير )dibaca Al Bashir termasuk Al-Asma`ul Husna, firman Allah :
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]: 96)

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisaa’ [4]: 58)

Al-Bashir (الْبَصِيرُ) adalah salah satu Al-Asma`ul Husna. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut nama-Nya ini dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surat An-Nisa` ayat 58:

إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا

“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Juga dalam Asy-Syura ayat 11:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, juga disebutkan:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا. ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي نَفْسِي: لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ، قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ -أَوْ قَالَ- أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

“Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila kami menaiki dataran tinggi, maka kami mengucapkan takbir.1 Maka beliau mengatakan: ‘Wahai manusia kasihilah diri kalian, karena kalian tidaklah menyeru Dzat yang tuli atau jauh, akan tetapi Ia Maha Mendengar dan Maha Melihat.’Lalu beliau mendatangiku, sementara aku sedang mengucapkan dalam diriku: ‘La haula wala quwwata illa billah.

Lalu beliau mengatakan: ‘Wahai Abdullah bin Qais (nama Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga.’ Atau beliau mengatakan: ‘Tidakkah kamu mau aku tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? La haula wala quwwata illa billah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5905, 7386)

Dengan demikian, maka kita mengimani bahwa salah satu Al-Asma`ul Husna adalah Al-Bashir (البَصِير), artinya Yang Maha Melihat. Dan dengan demikian, berarti salah satu sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-Bashar (البَصَر) yakni melihat.

Nama Allah, Al Bashiir bermakna Yang melihat segala, yang besar atau yang halus, yang dekat atau yang jauh. Al-Bashir berasal dari kata ba-sha-ra, yang arti harfiahnya adalah “melihat”. Dalam pengertian yang lebih luas, bashara bisa berarti ilmu atau kejelasan. Nabi Yusuf, sebagaimana dikutip dalam al-Qur’an, senantiasa melakukan dakwah kepada para terpidana dan petugas di lingkungan penjara dengan mengatakan: “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan bukti yang sangat jelas dan nyata (bashirah),” (QS. Yusuf: 108).

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu mengatakan:
“Al-Bashir maknanya adalah Yang melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Maka, Ia melihat langkah semut kecil yang hitam di malam yang kelam di atas batu yang keras. Ia juga melihat apa yang di bawah tujuh bumi sebagaimana melihat apa yang di atas langit yang tujuh. Ia juga mendengar dan melihat siapa saja yang berhak mendapatkan balasan-Nya sesuai hikmah-Nya. Dan makna yang terakhir ini kembali kepada hikmah-Nya.” (Tafsir As-Sa’di)

Dalam ayat dan hadits yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat melihat dengan sebutan ru’yah (يَرَى-رُأْيَةً), sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam surat Thaha ayat 46:

قَالَ لاَ تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Allah berkata: Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”

Dan dalam surat Al-‘Alaq ayat 14:

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللهَ يَرَى

“Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”

Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan:

قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ اْلإِحْسَانِ. قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Malaikat Jibril mengatakan kepada Nabi: ‘Apakah ihsan itu?’ Beliau menjawab: ‘Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu’.” (Shahih, HR Al-Bukhari dan Muslim)

Qiwamussunnah Al-Ashfahani rahimahullahu mengatakan:

“Maka, penglihatan Sang Pencipta tidak seperti penglihatan makhluk, dan pendengaran Sang Pencipta tidak seperti pendengaran makhluk. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat apa yang di bawah tanah dan apa yang di bawah bumi yang ketujuh, serta apa yang di langit-langit yang tinggi. Tidak ada sesuatupun yang luput atau tersembunyi dari pandangan-Nya. Ia melihat apa yang berada di dalam lautan berikut kegelapannya, sebagaimana ia melihat apa yang di langit. Sementara manusia hanya melihat apa yang dekat dengan pandangannya, adapun yang jauh tidak mampu mereka lihat. Dan manusia tidak mampu melihat sesuatu yang tertutupi antara dia dengan-Nya…

Terkadang nama itu sama, akan tetapi maknanya berbeda.” (Al-Hujjah, 1/181)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan pula dalam Al-Qur`an sifat An-Nazhar (النَظَر) yang artinya juga melihat. Firman-Nya:

وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dan Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat.” (Ali ‘Imran: 77)

Sifat ini juga disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa-rupa dan harta benda kalian, akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (Shahih, HR. Muslim)

Dalam ayat dan hadits yang lain juga disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki mata. Dan ini adalah sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan Dzat-Nya. Tentunya mata Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, tidak sama dengan mata makhluk yang identik dengan kelemahan dan kekurangan. Nama bisa sama, akan tetapi hakikatnya berbeda. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Tidaklah ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun, dan Ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

Tentang sifat ini, telah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam beberapa ayat:

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا

“Dan buatlah bahtera itu dengan penglihatan mata Kami dan petunjuk Kami.” (Hud: 37)

وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي

“Dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan mata-Ku.” (Thaha: 39)

وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan dari Rabbmu, maka sesungguhnya kamu dalam penglihatan mata Kami.” (Ath-Thur: 48)

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: {إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا} فَوَضَعَ إِصْبَعَهُ الدُّعَاءِ عَلىَ عَيْنَيْهِ وَإِبْهَامَهُ عَلىَ أُذُنَيْهِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini (artinya): ‘Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat.’ Lalu beliau meletakkan jari telunjuknya pada kedua matanya dan ibu jarinya pada pada dua telinganya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dalam Kitabut Tauhid hal. 43, Ad-Darimi dalam Radd ‘alal Marisi hal. 47, Ibnu Hibban no. 265, Al-Baihaqi dalam Al-Asma` wash Shifat no. 390. Dan lafadz hadits di atas adalah lafadz Ad-Darimi rahimahullahu. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

Al-Harras rahimahullahu berkata:

“Makna hadits ini adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala mendengar dengan pendengaran dan melihat dengan mata. Sehingga hadits ini merupakan bantahan terhadap Mu’tazilah dan sebagian Asy’ariyyah yang berpendapat bahwa pendengaran-Nya artinya pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat didengar, dan penglihatan-Nya adalah pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tanpa diragukan lagi, ini adalah tafsir yang salah. Karena pendengaran dan penglihatan itu maknanya lebih dari sekadar pengetahuan, karena pengetahuan terkadang dapat diperoleh tanpanya.” (Syarh Nuniyyah, 2/72-73)

Dalam hadits yang lain disebutkan:

إِنَّ اللهَ لاَ يَخْفَى عَلَيْكُمْ إِنَّ اللهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى عَيْنِهِ- وَإِنَّ الـْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ

“Sesungguhnya Allah tidak tersamarkan pada kalian. Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah (dan beliau mengisyaratkan kepada matanya). Dan sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal mata sebelah kanannya cacat, seolah matanya sebiji anggur yang menonjol.” (HR. Al-Bukhari no. 4707 dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Ibnu Khuzaimah rahimahullahu mengatakan:

“Maka wajib atas setiap mukmin untuk menetapkan bagi Penciptanya, Pembentuk rupanya, apa yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta dan Pembentuk rupa untuk diri-Nya, yaitu mata. Adapun selain mukmin, dia menolak dan meniadakan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan untuk diri-Nya dalam Al-Qur`an, dengan keterangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala angkat sebagai penjelas apa yang datang dari-Nya.

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ 

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an agar kamu terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar